Presiden Joko Widodo |
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Umum FSP BUMN Bersatu Tri Widodo Sektianto dalam siaran pers yang diterima wartawan, Kamis (27/04/2017).
Tri menambahkan tidak ada pengendalian pungutan ekspor kelapa sawit yang efektif karena tak ada verifikasi penggunaan dana hasil pungutan ekspor CPO dimana sebagian besar dihabiskan untuk subsidi biofuel. Hal ini, kata Tri, terbukti dengan hanya tiga grup usaha swasta perkebunan besar saja yang menikmati dana hasil pungutan ekspor CPO untuk mensubsidi industri biodiesenya hingga mendapatkan 81,7 persen dari Rp3,25 triliun untuk alokasi dana Industri biodiesel.
"Patut diduga ada kongkalikong antara BPDP dengan ketiga perusahaan Perkebunan sawit swasta yang memiliki Industri biodiesel dalam pengunaan Dana hasil pungutan eksport CPO yang di markup," tandasnya.
Dugaan itu menurut Tri dikuatkan dengan mundurnya Ketua Badan Pengelola Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP) Bayu Khrisnamurti. Akibat adanya indikasi peyelewengan Dana BPDP untuk Industri Biodiesel yang melawan UU Perkebunan no 39 tahun 2014 Dan Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan Dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit pada Mei 2015.
"Dana itu seharusnya adalah untuk digunakan bagi penanaman kembali, peningkatan sumber daya manusia, peningkatan sarana dan prasarana, promosi dan advokasi, pungutan itu adalah US$50 per satu ton minyak sawit untuk kebutuhan ekspor. Pada pertengahan 2016, dana pungutan mencapai sekitar Rp5,6 triliun dan ditargetkan mencapai Rp10 triliun pada akhir 2017," paparnya.
Lebih jauh, Tri mengatakan, ada 11 perusahaan yang memperoleh dana perkebunan tersebut untuk program biofuel periode Agustus 2015-April 2016. Yang harus segera di audit oleh BPK dan KPK terkait pengunaan Dana BPDP untuk subsisdi Industri Biodiesel mereka.
Perusahaan itu adalah PT Wilmar Bionergi Indonesia; PT Wilmar Nabati Indonesia; Musim Mas, PT Eterindo Wahanatama; PT Anugerahinti Gemanusa; PT Darmex Biofuels; PT Pelita Agung Agrindustri; PT Primanusa Palma Energi; PT Ciliandra Perkasa; PT Cemerlang Energi Perkasa; dan PT Energi Baharu Lestari.
Bukti akibat peyelewengan Dana pungutan ekspor oleh BPDP salah satunya yakni mengakibatkan promosi terkait Perkebunan sawit Indonesia diluar negeri tidak dilakukan sehingga menyebabkan pandangan yang salah tentang Industri sawit Indonesia di Uni Eropa sehingga hasilnya parlemen eropah melarang masuk produk sawit Indonesia Ke uni eropa.
"Ka.i juga mendesak mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengaudit investigatif terkait pengunaan Dana yang menyalahi UU Perkebunan dan peraturan dibawahnya," pungkasnya.
Sumber: Sorotnews.com