Anggaran Terhambat, Belasan Daerah Pilkada Mengadu ke Komisi II DPR


Ilustrasi Pilkada. Foto: rumahpemilu.orgDewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengaku telah menerima  banyak pengaduan dari daerah yang menggelar Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak.  Pengaduan itu terkait anggaran yang masih belum jelas.  Apalagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak penyelenggara baru memiliki dana Rp 5,6 triliun dari Rp 6,7 triliun yang dibutuhkan. 

 "Kami di Komisi II DPR menerima banyak laporan dari berbagai daerah terkait ketidaksiapan dana penyelenggara Pilkada serentak Desember mendatang. Padahal, tahapan Pilkada serentak sudah dimulai. Anggaran untuk pelaksanaan Pilkada ini tidak jelas. Katanya cukup-cukup tapi enggak jelas,” ungkap Ketua Komisi II DPR RI Rambe Kamarulzaman kepada indopos.co.id di Komplek Parlemen, Sernayan, Selasa (9/6). 

Dia menyebut, salah satu yang belum menerima anggaran adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).  Institusi lain seperti kepolisian juga belum mendapat kejelasan anggaran untuk melakukan pengamanan Pilkada serentak.

 "Bawaslu belum punya dana pengawasan. Dana pengamanan juga belum ada.  Artinya KPU sebagai penyelenggara belum memiliki anggaran yang utuh, karena setiap penyelenggara mengeluhkan anggaran.  KPU bahkan baru memiliki dana Rp 5,6 triliun dari Rp 6,7 triliun yang dibutuhkan,” tutur politisi Partai Golkar itu. 

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay mengutarakan, masih ada 14 daerah tersisa yang hingga kini belum mencairkan anggaran Pilkada. Ke-14 daerah itu antara lain Provinsi Bengkulu, Kabupaten Mukomuko, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu Selatan, Kabupaten Kaur.

Kemudian Provinsi Jambi, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjar Baru, Kabupaten Balangan, Provinsi Kepulauan Riau, dan Kabupaten Kepulauan Anambas.

 "Lalu, ada Provinsi Lampung, Kabupaten Pesisir Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kabupaten Belu, Provinsi Papua Barat, Kabupaten Pegunungan Arfak, Kabupaten Manokwari Selatan, Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Mamuju Barat, Provinsi Sumatera Utara, dan Kabupaten Karo," urainya.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Bawaslu Gunawan Suswantoro berharap, seluruh daerah yang akan menggelar Pilkada serentak 9 Desember 2015 mendatang, sudah menggelontorkan anggaran bagi pengawasan paling lambat 15 Juni. Sebab jika tidak, dikhawatirkan akan sangat mengganggu tahapan pelaksanaan Pilkada. Tahapannya sendiri sudah dimulai sejak 17 April lalu dan setiap tahapan perlu diawasi. Terutama terkait pemutakhiran daftar pemilih,

"Kami berharap tanggal 15 Juni sudah selesai semua. Sekarang begini, pemilihan anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwacam, red) sudah berjalan. Tapi mereka belum ada uang dan banyak Panwas yang mengeluarkan kocek pribadi. Untuk negara masa harus kocek pribadi, Itu kan sudah enggak benar dari segi sistem. Karena itu saya sangat berharap NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah red) secepatnya diselesaikan oleh Pemda," bebernya.

Menurut Gunawan, data terakhir memperlihatkan baru 103 daerah yang menandatangani Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD)  dari total 269 daerah yang akan menggelar Pilkada langsung tahap pertama. Artinya masih terdapat 166 daerah lagi yang belum menandatangani NPHD sebagai dasar penggelontoran anggaran pengawasan.

Kendati deikian, lanjutnya, belum cairnya anggaran juga disebabkan kendala yang berasal dari Bawaslu. Antara lain, diketahui masih terdapat beberapa daerah yang Bawaslu dan Panwaslunya belum terbentuk. Misalnya di Kabupaten Musi Rawas Utara, Sumatera Selatan. Kemudian di Provinsi Kalimantan Utara, juga baru 3 kabupaten yang terbentuk Panwaslu-nya.

"Permasalahannya, untuk melakukan perekrutan itu kan perlu dibentuk tim seleksi. Selain itu prosesnya juga sangat panjang. Sementara daerah-daerah tersebut merupakan daerah otonomi baru  yang belum memiliki struktur Panwas sebelumnya," tutupnya. (aen)


- See more at: http://www.indopos.co.id

Disqus Comments