Adapun cerita yang dihimpun oleh MataAnginnews dilapangan, pengrusakan kaca jendela kantor Sekwan itu memang benar terjadi dan dilakukan oleh Semuel Hegemur dan Edward, dan hal ini juga sama sekali tidak dibantah oleh yang bersangkutan, namun Jelas pengurusakan tersebut terjadi karena Kekhilafan yang di picu oleh ketidak jelasan atas pembayaran hak para Wakil Rakyat oleh pihak Sekwan yang disinyalir karena pesanan pihak ketiga guna menghambat kinerja wakil rakyat yang pada saat itu sedang melaksanakan tuntukan Masyarakat membongkar persoalan dokumen rekayasa 501.
Pengrusakan kaca karena kekhilafan tersebut, rupanya dimanfaatkan sebagai momentum oleh Bupati Fakfak yang saat itu merasa sangat terganggu terkait persoalan 501, segeralah diperintahkan sekwan untuk melakukan laporan pidana terkait pengrusakan tersebut, dengan terlapor semuel hegemur dan Edward Budiman Go. Namun lucunya, jauh hari sebelum ada kasus pengrusakan kaca Jendela, beberapa anggota dewan lain mengrusak komputer dan 6 buah laptop, namun tidak ada laporan kepolisian apapun. Ya memang jelas, mengapa khusus untuk dua nama tersebut yang dilaporkan, namun anggota dewan yang lain tidak? Karena dua nama tersebutlah yang sangat vocal mengangkat persoalan documen palsu yang disinyalir dipergunakan Bupati Fakfak dalam upaya memenangkan Pilkada lalu. Tentunya sang Bupati sangat terganggu terkait dengan ini, apalagi persoalan tersebut sudah dibawa ke-ranah Nasional dan Gubenur Papua Barat sendiri sudah menerima langsung laporan pemalsuan dokumen tersebut.
Pandangan PASTI Indonesia
PASTI Indonesia sendiri sangat intens mengikuti apa yang terjadi di Fakfak, dalam wawancara khusus kepada MAnews. Susanto, selaku Direktur Nasional PASTI Indonesia mengatakan jelas ini adalah sebuah kriminalisasi yang sedang dimainkan oleh Kingkong Fakfak (sebutan khusus dari Direktur PASTI Indonesia). Disatu sisi, Susanto juga menyayangkan sikap aparatur penegak hukum terutama Kepolisian Resort Fakfak, khususnya kepada Kasat Reskrim yang tidak menelaah persoalan dengan baik, yang akhirnya seolah menjadi alat kepentingan politik salah satu pihak!
Kapolres terdahulu, AKBP Gazali Ahmad tentu sangat mengetahui perihal pengrusakan kaca jendela tersebut, namun secara tidak arief dan bijaksana menelaah masalah tersebut sebagai proyek perpisahan dengan Bupati Fakfak,dan tentunya Kapolres baru AKBP Deddy Foury Millewa tidak terlalu mengetahui terkait hal permasalah ini, maka momentum itulah yang dipakai pihak Mocha melalui Kasat Reskrim yang sebelumnya telah mendapatkan persetujuan dari mantan Kapolres, ABKP Gazali Ahmad untuk menaikan perkara tersebut, apalagi untuk mengejar P-21 tidaklah sulit mengingat Kajari Fakfak itu adalah orang peliharaan sendiri yang sudah dikenyangkan dengan proyek-proyek dan markup-markup. Perlu Masyarakat ingat, Sosok Kajari Fakfak adalah seorang Jaksa yang diawasi oleh JAM PIDUM dan JAMWAS, dengan track record pernah bermain dengan mafia narkoba, dengan cara merekayasa Rentut (rencana tuntutan) yang menyebabkan bersangkutan hampir saja dipecat secara tidak hormat sebagai seorang PNS.
Sekedar mengingatkan, agaknya aparat penegak hukum khususnya kepolisian dapat bersikap PROMER sebagaimana Perintah Bapak Kapolri, serta tidak terjebak dalam ranah kepentingan politik siapapun. Karena setelah ditelaah dan di cermati, dalam Kasus Pengrusakan ini sendiri sudah terjadi perdamaian dan sidang etik Badan Kehormatan Dewan. Sekiranya Kasat Reskrim Fakfak tidak lupa pendidikan PEMOLISIAN yang baik, bahwa fungsi sosial dari kepolisian adalah sebagai fasilitator Perdamaian. Lah ini kok apa yang sudah damai dipersoalkan? dan kontennya sendiri lebih pada kepentingan politik. Jika memang Kasat Reskrim mampu setegas itu terkait persoalan pengrusakan kaca yang justru sudah damai, maka sekiranya laporan korupsi yang dilakukan oleh Bupati Fakfak yang sudah di supervisi KPK segera di proses, atau kalau memang perlu PASTI Indonesia akan kirimkan komplit laporan Korupsi yang dilakukan oleh Bupati dan Kolega untuk segera dapat di-tersangkakan.
Masyarakat harus Cerdas
PASTI Indonesia sendiri dalam akhir wawancaranya menghimbau agar masyarakat di fakfak untuk cermat dalam melihat persoalan yang sedang menimpa dua anggota dewan tersebut, karena konten yang dimuat dalam penetapan tersangka itu sendiri menurut PASTI Indonesia selain Cacat Administrasi, lebih jelas mengarah pada upaya kriminalisasi.
Secara hukum jelas, pemanggilan tersangka seorang Dewan itu harus melalui izin mendagri atau izin tertulis dari Badan Kehormatan sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi. Lah ini persoalan sudah didamaikan, sudah di ganti kaca jendela yang rusak, sidang Badan Kehormatan juga sudah. Kok Kasat Reskrim kekeh untuk menaikan perkara? Dan tanpa prosedur melakukan pemanggilan? Silahkan masyarakat nilai sendiri. Sekiranya Citra POLRI yang sudah terbangun baik tidak kembali dirusak oleh segelintir oknum guna memuaskan pihak tertentu dan mengejar kepentingan pribadi.
Dalam kasus pengrusakan kaca jendela Sekwan itu, seolah-olah tersirat adalah sebuah perencanaan yang dimana Wakil rakyat sengaja dipancing untuk emosi dengan ditahannya hak selama berbulan-bulan oleh sekwan atas perintah seseorang, guna menghambat kinerja dewan yang memang hambatan ini disengaja diperuntukan memancing emosi agar mendapatkan kesalahan dari anggota dewan. Yang akhirnya memang terpancinglah dua orang anggota dewan tersebut melakukan pengrusakan. Yang dirusak itu rumah rakyat yang dibangun dengan pajak rakyat, rakyatnya tidak marah kenapa Bupatinya yang kebakaran jenggot seolah rumahnya yang dirusak! Itu masyarakat marah karena Bupati tipu-tipu soal Pala, Bupati korupsi dana rakyat, kok tidak ada proses tindak lanjut dari yang namanya penegak hukum?! Bupati yang baik harusnya marah dan malu kepada diri sendiri karena belum mampu membawa daerah yang dipimpinnya menjadi sejahtera, bukan marah karena kesejahteraan dirinya terusik oleh beberapa orang yang vokal atas scandal yang dilakukan oleh Bupati tersebut!
Ibarat rumah saya, saya rusak terus saya sudah berdamai dengan orang rumah saya, kenapa ada orang lain yang marah? dan lucunya orang lain yang marah itu menekan orang rumah saya untuk laporan kekepolisian untuk memproses saya? Memangnya Polisi itu Satpam pribadi yang bekerja atas perintah Bosnya. Dalam waktu dekat juga, saya akan bawa persoalan ini kepada Divkum Mabes dan Propam Mabes POLRI, karena agak janggal juga untuk saya, beberapa kasus proyek-proyek markup yang sudah di supervisi KPK selalu terkendala dan malah kasus persoalan sepele yang atas perintah Bupati bisa langsung naik, tandas Susanto diakhir wawancara.
Dan kepada dua anggota dewan tersebut, Susanto sendiri menaruh perhatian khusus, selain akan terus memantau perkembangan kasusnya, Susanto juga menitipkan pesan supaya kedua anggota dewan tersebut dapat tabah dan terus melawan ketidak-adilan, karena jelas dalam upaya kriminalisasi ini tersirat tujuan akhir daripada upaya ini, yakni sebagai Bargaining Power atau upaya tawar terhadap kedua anggota dewan tersebut untuk mencabut seluruh laporan maupun keputusan terkait kasus rekayasa dokumen negara 501 yang sudah bergulir ke Nasional, selain itu juga upaya kriminalisasi ini juga bertujuan agar kedua anggota dewan tersebut mendapatkan PAW (pergantian antar waktu) dari partainya, karena apabila sudah menjadi terpidana tentunya kedua anggota dewan tersebut sudah tidak dapat menjalanan tugasnya dan membutuhkan pergantian kekosongan didalam parlemen. Dan setelah terjadi PAW, maka Bupati Fakfak dengan mudah mengatur untuk pembatalan semua keputusan dan tindaklanjut terkait Rekayasa dokumen 501 yang sebelumnya sudah dikeluarkan oleh dua anggota dewan tersebut.
MAnews sendiri selaku media independen akan terus mengikuti perkembangan terkait kasus ini, guna menghindari Abuse Of Power yang dilakukan pihak-pihak tertentu guna mengkriminalisasi atau mengkerdilkan demokrasi itu sendiri. (Sky)
Sumber: http://mataanginnews.com