Legislator Fakfak Perkenalkan Tradisi "Satu Tungku Tiga Batu" Di Siak

Siak - Rombongan Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kabupaten Fakfak, Papua Barat berbagi cerita tentang indahnya makna filosofi "satu tungku tiga batu" sebagai wujud semangat toleransi antar umat beragama di wilayah itu.
Hal itu diceritakannya saat kunjungan kerja rombongan DPRD Fakfak ke Kabupaten Siak, yang berlangsung selama dua hari, Rabu - Kamis (20-21) September 2017, guna mempelajari pembuatan Perda Kampung Adat untuk diterapkan di wilayahnya sebagai payung hukum melindungi hak-hak masyarakat adat.
    
Semboyan "Satu Tungku Tiga Batu" begitu populer di daerah berjulukan kota pala itu. Prinsip yang sudah diwarisi secara turun temurun tersebut sebagai wujud semangat bertoleransi antar umat beragama dalam menjaga keseimbangan, kebersamaan, dan keberagaman hidup.
     
"Disana (Fakfak) dalam satu anggota keluarga terdapat agama berbeda didalamnya," kata Safi Yarkuran saat berada di Siak, Kamis.
       
Dia katakan, semboyan atau filosofi Satu Tungku Tiga Batu adalah bentuk keharmonisan dan kerukunan dalam beragama. Tungku (yang sering dipergunakan untuk tempat memasak)  disokong/ditopang oleh tiga batu untuk bisa berdiri kokoh yang disimbolkan sebagai tiga agama yang dominan di wilayah setempat yakni Islam, Kristen Protestan, dan Kristen Katolik.
      
"Misalkan, saya beragama Islam, saudara-saudara saya ada yang Katolik, dan anak saya ingin menikah dengan laki-laki yang berkeyakinan lain. Maka kami harus saling menghormatinya," katanya lagi.
      
Tidak hanya itu lanjut dia, kerukunan dalam beragama juga tergambar dalam pembangunan rumah - rumah ibadah.
 
"Kami saling tolong dalam pembangunan, saat membangun mesjid, saudara-saudara dari agama lain ikut membantu, begitu juga dalam membangun gereja dan tempat ibadah lainnya. Begitu juga saat perayaan hari besar agama," ungkapnya.
 
"Bahkan dalam pembangunan rumah ibadah itu ketua panitianya berasal dari agama berbeda, itu tidak pernah menjadi masalah," sambung dia lagi.
 
Satu tungku tiga batu juga sebagai modal dalam pembangunan di wilayah itu, dimana antara adat, pemerintah dan agama berjalan beriringan. 
 
Perbedaan agama bukan menjadi penghalang untuk hidup secara rukun, dan memecah persaudaraan.

Disqus Comments