Kami siap: Mengapa kemerdekaan Papua bukan sekadar mimpi

Penangkapan dalam aksi KNPB mendukung ULMWP di MSG, di depan Universitas Cenderawasi Perumnas III, Waena, 2 Mei 2016 - Jubi/Zely Ariane

Bagaimana sebuah negara West Papua merdeka itu? Benny Wenda dan Rex Rumakiek, dua tokoh Papua Merdeka dari United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) memaparkan visi mereka mengenai sebuah negeri yang baru.
Benny Wenda (BW): Saya sudah terlibat berjuang sejakkecil. Saya lihat apa yang terjadi di kampung tempat saya tumbuh dewasa, dan sejak saat itu saya mendedikasikan hidup saya untuk berjuang demi kemerdekaan rakyat West Papua.
Rex Rumakiek (RR): Saya ini mantan gerilyawan. Ketika tiba di Australia, saya mendapatkan Master pada studi Politik dan Administrasi Publik, yang saat ini membantu kerja-kerja yang sedang kami lakukan ini.
BW: Saya berkeliling dunia sebagai juru bicara gerakan ini, tak saja membangun dukungan tapi sekaligus belajar dan mempersiapkan sebuah (negeri) West Papua yang bebas. Indonesia seringkali mengatakan bahwa sebuah negara West Papua merdeka akan menjadi negara yang gagal. Mereka tuding kami belum siap. Namun rakyat West Papua sudah berjuang selama 50 tahun, sebuah perjuangan yang panjang, namun juga telah member kami waktu cukup untuk mempersiapkan, untuk belajar dari pengalaman negeri-negeri lain yang telah memenangkan kemerdekaan.
Jadi kami siap. Secara mental, fisik, spiritual kami siap. Kami ingin tunjukkan pada dunia sebuah contoh bagaimana kemungkinan demokrasi di abad 21 itu.
Demokrasi kesukuan
RR: Kami harus berhati-hati. Tidak mau kemerdekaan jadi pemicu bagi konflik kesukuan seperti yang terjadi di negara-negara lain. Kami memiliki 230 suku-suku yang berdaulat atas diri mereka, dengan batasan mereka sendiri, (yang memiliki) aturan kesukuan sendiri dan kesepakatan-kesepakatan dengan suku-suku berdekatan yang sudah berlangsung lama berabad-abad. Rakyat sudah mengerti sistem itu; sekarang kita harus menyesuaikannya ke dalam sistem pemerintahan nasional juga. Boleh jadi kami membutuhkan semacam struktur federal.
BW: Sebelum orang-orang Eropa datang ke sini kami sudah memiliki bentuk demokrasi kesukuan kami sendiri dan bertahan selama 50,000 tahun. Jadi saya rasa dengan pengalaman itu, kami dapat membentuk pemerintahan demokratik seperti Republik West Papua.
RR: Melihat pengalaman Papua Nugini dan negeri-negeri Melanesia lainnya, kami memerlukan sistem multi-partai. Parlemen yang dipilih yang akan membuat keputusan, yang kemudian harus ditinjau oleh kamar (parlemen) kedua.
BW: Satu model yang sedang kami bangun adalah membentuk satu kamar parlemen lagi yang terdiri dari para tetua adat dan kepala kampung, sehingga setiap suku akan memiliki perwakilannya di parlemen—sebuah bentuk demokrasi kesukuan yang baru. Kami memiliki tiga faksi utama yang membentuk ULMWP. Maka tiga faksi ini akan secara otomatis menjadi partai-partai politik di parlemen yang terpilih.
RR: Namun saat kami mulai menjadi sebuah negeri baru, kami tidak akan punya waktu yang terbuang percuma untuk perdebatan politik, kami perlu segera membangun negeri. Oleh karena itu kami perlu membuat keputusan bersama di awal, sebagai pemerintahan persatuan transisional.
BW: Kami memiliki beberapa rancangan konstitusi dari organisasi-organisasi pendiri, dari Tentara Revoluioner West Papua dan para akademisi. Akhir tahun ini kami berencana mengombinasikannya ke dalam rancangan konstitusi tunggal bagi West Papua. Kami juga mendiskusikan siapa yang akan bertanggung di posisi mana dalam pemerintahan transisi. Diskusi ini saja sudah merupakan praktek yang baik bagi kami sebagai para pemipin politik, dan menjadi cara untuk memulai proses pembagian kekuasaan.
Hari pertama Papua yang Merdeka
BW: Saat ini, kekayaan negeri dibawa keluar oleh perusahaan-perusahaan internasional dan Indonesia. Padahal, kekayaan itu harus di didistribusikan sesuai kebutuhan rakyat West Papua. Setiap orang di West Papua harus memiliki kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan kebebasan beragama. Kita harus melindungi lingkungan kita, hutan-hutan kita. Ini lah alasan kami berjuang untuk kemerdekaan. Kami harus menjaga rakyat kami.
RR: Hal pertama yang harus kita lakukan adalah meninjau kembali semua kebijakan Indonesia karena mereka tidak melibatkan rakyat (Papua) dalam pengambilan keputusan. Dalam sistem yang berlaku saat ini, rakyat tidak punya kuasa atas kebijakan yang dibuat. Kami harus mengubah segalanya.
BW: Pertama-tama kebutuhan dasar rakyat di pelosok adalah kesehatan dan pendidikan. Setiap distrik membutuhkan puskesmas/klinik dan dokter yang siaga. Kita membutuhkan sekolah agar rakyat dapat belajar, termasuk mempelajari bahasa mereka sendiri. Kami membutuhkan jalan-jalan yang bagus sehingga rakyat dapat mengakses layanan ini. Setelah itu, terserah pada rakyat untuk memutuskan apa yang mereka kehendaki, namun kita harus memulainya dari pendidikan dan kesehatan. Kami memiliki mitra yang baik di negeri-negeri lain, kami dapat belajar dari sistem-sistem orang lain, dan mengajak orang-orang yang tepat membantu kami mewujudkan infrastrukturnya,
RR: Kami sedang mempelajari sistem-sistem ekonomi yang berbeda, boleh jadi kami ingin sebuah sistem bergaya semi-sosialis Skandinavia; kami sedang mencermatinya saat ini. Kami menginginkan sistem yang akan peduli dengan semua orang dengan cara demokratis. Namun, masyarakat kesukuan kami  berarti membuat kami juga perlu untuk mendesentralisasikan (kuasa). Kami perlu struktur dimana komunitas-komunitas lokal dapat mempengaruhi keputusan, dimana suara-suara mereka didengar.
BW: Ada cara hidup yang berbeda-beda di perkotaan dan kampung-kampung pedalaman. Orang di kota sedang mengambil gagasan-gagasan baru namun hal itu tidak berarti mereka mau kehilangan kebudayaan asli mereka. Kami perlu melindungi identitas budaya kami, yang sangat berkait erat dengan alam, sambil juga menyediakan sarana infrastruktur untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat.
Hak atas tanah dan para pemukim pendatang
RR: Ketika Vanuatu merdeka di tahun 1980 mereka mendeklarasikan bahwa tanah yang diambil alih oleh kolonialis akan dikembalikan ke pemilik tradisional. Mereka memiliki sistem adat yang mensyaratkan konsultasi dengan para tetua adat atas setiap keputusan terkait pemanfaatan lahan. Saya rasa kami akan mengadopsi sistem serupa.
BW: Pemerintah Indonesia mengklaim terlalu banyak atas tanah West Papua, termasuk tanah yang asal mulanya diambil oleh Belanda. Sebagian dari tanah-tanah itu kemudian dijual pada pihak lain. Pemerintah West Papua mesti akan meninjau kembali semua kepemilikan tanah ini dan memutuskan apakah tanah tersebut diambil alih secara ilegal oleh Indonesia, apakah milik pemerintah atau rakyat atau pihak-pihak lain. Semua tanah yang dimiliki oleh rakyat harus dikembalikan. Memang ini isu yang sangat sulit. Tapi harus diperhatikan.
RR: Kami pikir nanti akan serupa dengan Timor Leste: setelah kemerdekaan, banyak pemukim Indonesia memilih pergi dan kembali karena mereka ingin tetap hidup di Indonesia. Namun tentu saja, bagi mereka yang bersedia mengadopsi (negara) West Papua sebagai rumah mereka bisa tinggal. Jika menyesuaikan diri dengan masyarakat Melanesia mereka dipersilahkan tinggal.
Sebagian pemukim pendatang yang datang ke West Papua sudah memiliki hubungan dengan suku-suku, dan membantu membawa pembangunan dan kemajuan ke wilayah ini, namun sebagian juga bersifat sangat merusak. Jadi pemerintah nanti perlu membicarakan kepada suku-suku dan membantu membuat keputusan-keputusan terkait siapa yang berhak tinggal dan siapa yang mesti kembali dengan cara-cara damai. Memang akan sulit, dan hukum harus sangat sensitif terkait isu-isu ini.
Hubungan dengan Indonesia
RR: Saya sudah berbicara dengan para pemimpin organisasi masyarakat sipil Indonesia mengenai alasan mereka mesti menjelaskan pada publik mereka kenapa kami harus tinggalkan Indonesia. Rakyat Indonesia harus mengerti bahwa jika kemerdekaan tiba mereka harus menjadi bagian dari solusi, bukan bagian dari masalah. Kami akan menjadi tetangga dalam jangka waktu lama sehingga kami harus mulai membangun hubungan yang baik sekarang. Beberapa LSM Indonesia bahkan sudah membuat pernyataan bahwa mereka menyesal atas apa yang terjadi di West Papua.
Hubungan dengan perusahaan ekstraktif
BW: Pertambangan, gas dan perusahaan kayu gelondongan beroperasi sebagai bagian dari pendudukan yang ilegal. Indonesia tidak punya hak member izin pada perusahaan-perusahaan ini. Korporasi seperti Freeport dan BP tidak begitu peduli soal lingkungan, terkait rakyat cara hidup rakyat kami. Yang pemerintah  perdulikan adalah cara bagaimana lebih banyak uang dan sumberdaya ditarik keluar dari negeri kami.
Bagi kami, tanah ini adalah kami punya Mama. Hutan adalah supermarket kami. Semua yang kami butuhkan ada di sana. Rakyat West Papua mencintai tanahnya; itu lebih penting ketimbang uang. Ketika anda pergi ke kota-kota anda butuh uang, namun di kampung rakyat tidak terlalu membutuhkannya karena segala hal berkelimpahan, sampai pemerintah Indonesia membaw amasuk perusahaan pembalakan kayu dan tambang yang menghancurkan lingkungan, mencemari air, dan menghancurkan sumber-sumber makanan.
RR: Kami harus membekukan operasi mereka, dan melakukan renegosiasi semua kesepakatan yang mereka buat dengan Indonesia. JIka mereka ingin melanjutkan operasinya maka mereka mesti mengikuti kesepakatan baru berdasarkan aturan kami. Lingkungan kami sangat berharga bagi kami dan tradisi kami, sehingga kita harus mengembangkan kebijakan yang akan melindungi lingkungan serta aturan-aturan ketat harus diawasi.
Kami harus bersepakat dimana perusahaan-perusahaan ini akan berinvestasi dalam bidang kesehatan, pendidikan dan infrastruktur lapangan kerja yang kami butuhkan. Kami harus mengkalkulasi berbagai hal dengan sangat hati-hati, dan memastikan kami tidak sangat bergantung pada perusahaan ekstraktif transnasional. Jika mereka dapat mendukung pembangunan infrastruktur kami, dan kami dalam beberapa hal dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Apapun yang kami lakukan, tetap saja sumber-sumber daya alam ini akan habis satu waktu nanti.
BW: Hal ini juga tergantung pada rakyat West Papua, mereka harus memutuskan apakah mereka menghendaki industri ini meluas atau tidak. Kewajiban saya adalah memastikan perusahaan-perusahaan ini beroperasi dengan cara yang sesuai syarat-syarat perlindungan lingkungan, tidak saja di atas kertas tetapi juga dalam kenyataan. Kami punya teman diberbagai belahan dunia yang ahli dalam isu-isu ini dan mereka dapat membantu kami melakukan ini.
Orang-orang di seluruh dunia yang cinta lingkungan, cinta demokrasi dan cinta keadilan, kita harus bersatu dan membuat garis batas jelas dengan perusahaan-perusahaan ini, dan memastikan mereka memenuhi kewajiban-kewajiban mereka. Jadi bahkan setelah kemerdekaan, solidaritas internasional akan perlu terus dilanjutkan, untuk membantu kami membangun negeri yang kami inginkan.
RR: Ada perusahaan pembalakan kayu di Papua Nugini (PNG), mereka sudah memiliki kesepakatan dengan pemerintah yang sangat bagus dengan kewajiban menanam empat bibit pohon atas setiap satu pohon yang mereka tebang. Namun perusahaan tidak patuhi kewajiban itu, mereka teruskan pembalakan tanpa penanaman kembali. Nah dalam hal ini desentralisasi dapat membantu, kita akan mempunyai hukum yang akan memeri kekuatan pada masyarakat lokal untuk menghentikan perusahaan-perusahaan semacam ini jika mereka tidak mematuhi aturan.
Rakyat sangat tahu apa yang baik bagi tanah mereka dan dirinya. Kami perlu sesuatu di tingkat hukum nasional untuk rakyat gunakan jika mereka rasa pemerintah tidak menghormati lingkungan lokal mereka dan kebutuhan lokalnya. Jika pada level tertentu pemerintah dapat ditolak; hal itu memaksa kami untuk berhati-hati, karena rakyat kami sangat sensitif terhadap isu-isu ini.
Memastikan suara perempuan didengar
RR: Peran-peran perempuan di kampung-kampung sangat pentingm dan perempuan menderita lebih banyak dibanding siapapun di masyarakat dalam pendudukan ini. Suara-suara mereka harus didorong. Mereka adalah penyedia makanan, mereka memelihara keluarga mereka dan mereka sangat menderita. Jadi sudah pasti kami akan mengembangkan kebijakan untuk mempromosikan keterlibatan perempuan.
BW: Kelompok-kelompok perempuan di lapangan sudah terorganisir baik, ada dalam bagian penting dalam perjuangan untuk kebebasan. Perempuan sudah menjadi bagian dalam perjuangan, namun mereka suara mereka harus lebih besar, dan semua pemimpin (perjuangan) harus mempertimbangkan itu. Kita perlu melibatkan perempuan dari sejak awal. Mereka harus menjadi bagian dalam pembentukan pemerintahan dan menulis konstitusi.


Sistem energi
BW: Mimpi saya itu untuk West Papua adalah energi hijau di masa depan. Pegunungan kami memiliki banyak angin, kami memiliki sinar matahari untuk energi matahari, kami bisa mendapatkan listrik dari air yang mengalir seperti disini orang-orang Belanda punya. Rumah-rumah sakit baru dan sekolah yang kami bangun dapat dilistriki dengan listrik hijau. Rakyat West Papua mencintai alam, itulah jati diri kami.
RR: Saya mendukung gagasan mobil-mobil elektrik dan sistem transportasi elektrik, didukung pembangkit listrik dari energi bersih dari sumber daya alam kami sendiri. Saya sudah melihat teknologi ini bekerja dan saya pikir patut mendukungnya.
Visi lainnya atas West Papua
RR: Kami ingin mengambil tanggung jawab di PBB dan mendukung negeri-negeri lain yang membutuhkan di dunia ini. Dalam Forum Kepulauan Pasifik (PIF) di Papua Nugini, ada sebuah panel tentang perubahan iklim dan dampaknya pada kepulauan Pasifik yang kecil, dan Presiden Kiribati angkat bicara. Saya langsung berdiri dan mengatakan: ‘Negeri-negeri kecil di Pasifik, kami memiliki tanah begitu luas, kami dapat membantu kalian. JIka bangsa-bangsa lain tidak mau mengambil kalian, kami bersedia. Kami dapat member kalian tanah sehingga kalian dapat menjaga masyarakat kalian.’ Hal-hal seperti inilah yang dapat kami lakukan bagi kawasan terdekat kami, kami dapat membantu mereka yang menderita akibat perubahan iklim.
BW: Apa yang paling saya inginkan adalah rakyat saya memiliki kehidupan yang lebih baik. Selama 50 tahun kami sudah menderita di bawah Indonesia. Saya ingin melihat mereka tersenyum, menari, bermain musik dan menikmati hidup mereka. Itu tujuan saya. Saya ingin melihat masyarakat saya bersatu dengan keluarga-keluarga mereka di pengasingan. Saya ingin mereka melihat kelahiran sebuah negeri baru yang penuh cinta dan kebahagiaan. Saya ingin kami mendirikan pemerintahan yang baik yang menghormati hak-hak setiap manusia untuk hidup dan menikmati alamnya serta keindahan bumi ini. Saya ingin melihat West Papua sebagai sebuah burung cenderawasih yang terbang bebas. Saya ingin mengucapkan selamat datang pada orang-orang  ke tanah kami; saya ingin semua orang datang dan melihat sebuah negeri baru West Papua.
Benny Wenda  adalah pemimpin perjuangan kemerdekaan West Papua dan juru bicara internasional  United Liberation Movement for West Papua (ULMWP). Dia sempat dipenjara oleh pemerintah Indonesia namun melarikan diri di tahun 2002 dan sekarang tinggal di Oxford, Inggris.
Rex Rumakiek adalah Sekretaris Jenderal West Papua National Coalition for Liberation (WPNCL), dan anggota eksekutif ULMWP. Dia menjadi bagian dari delegasi awal yang mendirikan kantor Free West Papua di Vanuatu. Sekarang dia tinggal di Sydney, Australia.
*Dikompilasi dari dua wawancara terpisah oleh Danny Chivers pada bulan February 2017 untuk Majalah New Internationalist yang dirilis 1 Mei 2017.

Disqus Comments