JAKARTA – Ir Chairul Hudaya ST MEng, PhD, IPM dan Prof Dr Ir Iwa Garniwa, MT, dosen Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia, menciptakan sebuah solusi bagi permasalahan listrik di daerah terisolasi dan tertinggal di Indonesia, yaitu dengan menciptakan sebuah teknologi bernama Tabung Listrik (TaLis).
Ilustrasi. TaLis, alternatif penyediaan listrik daerah terisolasi inovasi Fakultas Teknik UI. (Foto: ui.ac.id)
“Dalam konsep TaLis, energi listrik bisa disimpan dalam sebuah media penyimpanan energi (baterai) untuk selanjutnya dipakai mengoperasikan peralatan elektronik. Dengan demikian, kebutuhan listrik tidak lagi tergantung pada sistem transmisi jarak jauh dari sumber pembangkit listrik raksasa,” kata Ir Chairul Hudaya pada Jumat (26/1), yang dilansir situs ui.ac.id.
Dalam melakukan pengisian ulang, TaLis dapat diisi di Stasiun Pengisian Energi Listrik (SPEL) dan didistribusikan seperti ditribusi Tabung LPG. Pengisian ulang dapat dilakukan dalam waktu yang relatif singkat, yaitu selama 4 jam. Satu unit TaLis dapat menyuplai satu kebutuhan rumah di pedesaaan. Ia menambahkan bahwa, ini adalah sebuah bentuk inovasi bagi dunia listrik Indonesia yang masih sangat bergantung pada metode konvensional dalam melakukan distribusi listrik.
Dengan bentuknya yang ringan dan portabel, TaLis dapat menyimpan 630 kWh energi listrik berbasis baterai lithium-ion serta mudah dipakai karena menggunakan sistem plug and play. Tidak hanya itu, TaLis juga tidak memerlukan kWh meter dan jaringan distribusi listrik, sehingga harganya menjadi murah. Semua ini menjadi keunggulan TaLis dalam menjadi sebuah media penghantar listrik bagi daerah-daerah yang terisolasi dan belum terdapat jaringan listrik.
Ia mengatakan, masalah tingkat keterjangkauan akses listrik (rasio elektrifikasi) merupakan masalah klasik Indonesia, meskipun data menunjukkan bahwa tingkat akses listrik kita dari tahun ke tahun terus meningkat. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, tingkat rasio elektrifikasi pada 2014 ada di angka 84,35 persen, pada 2015 ada di angka 88,30 persen, dan pada tahun 2017, rasio elektrifikasi mencapai 92,75 persen.
Meskipun begitu, masih banyak daerah di Indonesia yang rasio elektrifikasinya jauh di bawah rata-rata nasional. Ini sangat nyata di daerah-daerah terpencil dan jauh dari pusat pembangunan seperti di daerah pegunungan dan pulau di Maluku dan Papua. Sebagai contoh, rasio elektrifikasi di Maluku adalah sekitar 59,17 persen, sedangkan Papua baru mencapai angka 48,74 persen pada Juni 2017.
Selama ini, guna memenuhi pasokan listrik di Indonesia, pemerintah biasanya menggunakan pembangkit listrik dalam skala besar untuk kemudian dipasok ke masyarakat menggunakan kabel. Pembangunan pembangkit listrik baru serta tata kelengkapan listrik lainnya, tentu bukan persoalan yang mudah karena terkait dengan persoalan perizinan, pembebasan lahan, tata ruang, dan pendanaan. Hal ini yang menyebabkan biaya penyediaan listrik di Indonesia menjadi sangat mahal.
TaLis, adalah suatu bentuk upaya Universitas Indonesia (UI), sebagai sebuah universitas yang mengedepankan riset, untuk melakukan proses hilirisasi riset dengan konsep triple helix. “Untuk menerapkan konsep ini, saat ini kami sudah bekerja sama dengan berbagai pihak. Misalnya berkat bantuan CSR PT Wijaya Karya (Persero), TaLis telah diterapkan di Sekolah Master Indonesia-Depok sejak November 2017. Sementara dengan PLN, Talis akan diimplementasikan dalam menyediakan pasokan listrik di wilayah Maluku dan Papua,” kata Chairul Hudaya. (editor : Sotyati/satuharapan.com)