Surat kedua akhirnya kembali dilayangkan Kelompok Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) kepada Presiden Jokowi setelah surat pertama tak mendapatkan balasan.
Surat tahap kedua ini dikatakan menjadi surat terakhir yang menawarkan perundingan dengan pemerintah Indonesia sebelum pihak NFRPB menempuh jalur diplomasi yang lebih tinggi yakni sidang mahkamah internasional.
"Ini sifatnya sekalian memohon diri dari tahapan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia untuk menuju ke Mahkamah Internasional. Surat pertama sudah disampaikan sejak jamannya Presiden SBY dan kini Presiden Jokowi namun hingga kini belum ada jawaban," kata Komandan Kepolisian NFRPB, Elias Ayakeding yang didampingi sejumlah anggota NFRPB di Prima Garden Abepura, Kamis (20/7).
Dan untuk surat tahap kedua ini dikatakan pihak NFRPB sekalian mohon diri karena jika tetap tak ditanggapi maka pihaknya lansung membawa persoalan Papua ke Mahkamah Internasional sesuai dengan aturan piagam PBB pasal 35 ayat 2.
"Ada 20 tembusan ke Keduataan Besar negara sahabat," katanya sebagimana dilansir dari Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group).
Upaya ini juga akan meminta dukungan dan pengakuan kepada negara-negara pasifik yang tergabung dalam (Pasifik Independen Forum) untuk mengakui kedaulatan NRFPB yang telah diproklamirkan pada 19 Oktober 2011 lalu.
"Kami akan menggugat secara hukum pemerintah Indonesia atas kedaulatan kami di atas tanah kami negara federal, selama aneksasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan bila sampai Oktober 2017 Indonesia tak menanggapi maka kami akan melakukan gugatan di Den Haag, Belanda," tegasnya.
Dari surat yang disusun Presiden NFRPB, Forkorus Yaboi Sembut, Ayakeding membacakan bahwa sebagai Presiden NFRPB ia telah menyiapkan beberapa agenda yang disampaikan kepada Perdana Menteri Kerajaan Belanda sebagai mantan kolonial Nederlands New Guinea Papua Belanda serta Sekretaris Jenderal Pasifik Islands Forum. Gugatan hukum atas sengketa aneksasi wilayah kedaulatan dan permasalahan Unilateral Declaration of Independence juga disiapkan.
Forkorus juga meminta meminta Sekretaris Jendral PBB untuk mencatat ulang atau mendaftar ulang Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) sebagai negara yang baru merdeka (newly independe state).
Mengingat NFRPB sudah pernah didaftar oleh pengacara internasional, Mr. Jan di Brussels ke Sekretariat PBB melalui register email kepada Tn. Ban Ki Moon Sekretaris Jenderal PBB pada 15 Februari 2012 Kemudian telah mendapat konfirmasi penerimaan dari United Nations (UN) Security Service dengan Nomor 827 567848.
"Saya minta agar negara-negara anggota PBB mengambil sikap toleransi (tidak diskriminatif) terhadap hukum bangsa-bangsa tentang aneksasi wilayah negeri Papua Barat (mantan wilayah kolonial Netherlands New Guinea) dan Unilateral Declaration of Independence (UDI) Bangsa Papua di Negeri Papua Barat, 19 oktober 2011 di Jayapura sebagai dasar huhum terbentuknya NFRPB," tulis Forkorus.
Sebagai Presiden NFRPB dirinya sadar betul bahwa NFRPB adalah sebuah negara yang baru merdeka dan belum menjadi anggota PBB, serta belum meratifikasi beberapa resolusi Majelis Umum PBB dan beberapa konvensi internasional.
"Namun NFRPB telah menggunakan beberapa hukum internasional seperti dijelaskan dalam surat ini dan juga surat-surat terdahulu sebagai wujud kewajiban untuk berpartisipasi memelihara keamanan dan perdamaian dunia. Sesuai dengan anjuran Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB) Bab I," pungkasnya. (sad/jpg/JPC)
Surat tahap kedua ini dikatakan menjadi surat terakhir yang menawarkan perundingan dengan pemerintah Indonesia sebelum pihak NFRPB menempuh jalur diplomasi yang lebih tinggi yakni sidang mahkamah internasional.
"Ini sifatnya sekalian memohon diri dari tahapan negosiasi dengan Pemerintah Indonesia untuk menuju ke Mahkamah Internasional. Surat pertama sudah disampaikan sejak jamannya Presiden SBY dan kini Presiden Jokowi namun hingga kini belum ada jawaban," kata Komandan Kepolisian NFRPB, Elias Ayakeding yang didampingi sejumlah anggota NFRPB di Prima Garden Abepura, Kamis (20/7).
Dan untuk surat tahap kedua ini dikatakan pihak NFRPB sekalian mohon diri karena jika tetap tak ditanggapi maka pihaknya lansung membawa persoalan Papua ke Mahkamah Internasional sesuai dengan aturan piagam PBB pasal 35 ayat 2.
"Ada 20 tembusan ke Keduataan Besar negara sahabat," katanya sebagimana dilansir dari Cenderawasih Pos (Jawa Pos Group).
Upaya ini juga akan meminta dukungan dan pengakuan kepada negara-negara pasifik yang tergabung dalam (Pasifik Independen Forum) untuk mengakui kedaulatan NRFPB yang telah diproklamirkan pada 19 Oktober 2011 lalu.
"Kami akan menggugat secara hukum pemerintah Indonesia atas kedaulatan kami di atas tanah kami negara federal, selama aneksasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dan bila sampai Oktober 2017 Indonesia tak menanggapi maka kami akan melakukan gugatan di Den Haag, Belanda," tegasnya.
Dari surat yang disusun Presiden NFRPB, Forkorus Yaboi Sembut, Ayakeding membacakan bahwa sebagai Presiden NFRPB ia telah menyiapkan beberapa agenda yang disampaikan kepada Perdana Menteri Kerajaan Belanda sebagai mantan kolonial Nederlands New Guinea Papua Belanda serta Sekretaris Jenderal Pasifik Islands Forum. Gugatan hukum atas sengketa aneksasi wilayah kedaulatan dan permasalahan Unilateral Declaration of Independence juga disiapkan.
Forkorus juga meminta meminta Sekretaris Jendral PBB untuk mencatat ulang atau mendaftar ulang Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) sebagai negara yang baru merdeka (newly independe state).
Mengingat NFRPB sudah pernah didaftar oleh pengacara internasional, Mr. Jan di Brussels ke Sekretariat PBB melalui register email kepada Tn. Ban Ki Moon Sekretaris Jenderal PBB pada 15 Februari 2012 Kemudian telah mendapat konfirmasi penerimaan dari United Nations (UN) Security Service dengan Nomor 827 567848.
"Saya minta agar negara-negara anggota PBB mengambil sikap toleransi (tidak diskriminatif) terhadap hukum bangsa-bangsa tentang aneksasi wilayah negeri Papua Barat (mantan wilayah kolonial Netherlands New Guinea) dan Unilateral Declaration of Independence (UDI) Bangsa Papua di Negeri Papua Barat, 19 oktober 2011 di Jayapura sebagai dasar huhum terbentuknya NFRPB," tulis Forkorus.
Sebagai Presiden NFRPB dirinya sadar betul bahwa NFRPB adalah sebuah negara yang baru merdeka dan belum menjadi anggota PBB, serta belum meratifikasi beberapa resolusi Majelis Umum PBB dan beberapa konvensi internasional.
"Namun NFRPB telah menggunakan beberapa hukum internasional seperti dijelaskan dalam surat ini dan juga surat-surat terdahulu sebagai wujud kewajiban untuk berpartisipasi memelihara keamanan dan perdamaian dunia. Sesuai dengan anjuran Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB) Bab I," pungkasnya. (sad/jpg/JPC)
Sumber: http://www.jawapos.com/