Yogyakarta, -Puluhan mahasiswa Universitas Proklamasi 45 (UP45) mendatangi dan menggelar aksi di depan Kantor Ombudsman RI Yogyakarta. Kedatangan mahasiswa yang terjaring pada Aliansi mahasiswa proklamasi UP45 ke Kantor ORI adalah untuk melaporkan Rektor UP 45 terkait maladministrasi.
Melalui pesan singkat yang di kirim ke Kabarnusantara.net, M Junaidi selaku Presiden Mahasiswa menjelaskan pelaporan ini erat kaitannya dengan nasib 25 mahasiswa UP45 yang mendapatkan Surat peringatan(SP) Drop Out (DO) oleh Pihak Rektorat UP45.
Dua puluh lima mahasiswa termasuk dirinya mendapatkan SP tersebut terkait rentetan aksi yang mereka lakukan saat pencalonan dan pemilihan Rektor baru.
“Saya bersama 24 mahasiswa UP45 terancam drop out yang disebabkan aksi kami untuk mengklarifikasi pemilihan rektor baru,” tulisanya pada Minggu, 04 Juni 2017.
Sebelumnya pada tanggal 11 April 2017, M Junaidi dan Aliansi mahasiswa menggelar aksi di kampus UP45 terkait terpilihnya Bambang Irjanto sebagai Rektor UP45. Pihaknya memprotes keputusan tersebut dan meminta kejelasan proses administrasi saat pemilihan.
Pihaknya mengatakan terpilihnya Bambang Irjanto ini terasa ganjil karena mengesampingkan hasil pemilihan rektor yang melibatkan senat dan saat itu tidak memenangkan Bambang Irjanto namun Prof Masyhuri.
Permasalahan ini juga semakin memanas saat pelantikan Rektor terpilih pada esok harinya tanggal 12 April 2017, M Junaidi menerangkan pelantikan yang seharusnya digelar di Kampus namun pelantikan justru digelar di Hotel Grand Quality.
Hal inilah yang membuatnya geram dan berlanjut dengan aksi penyegelan kampus dan kantor rektorat. Alasannya adalah menurutnya pihak kampus tidak pernah memberikan keterangan yang jelas atas terpilihnya Bambang dan transparansi administrasi kampus.
Junaidi menuturkan meski beberapa kali terjadi mediasi dengan Koordinator Kopertis Wilayah VII, namun konflik dan aksi mereka tetap berlanjut. Dan pada tanggal 27 Mei 2017, pihak kampus mengeluarkan SP yang dapat meningkat menjadi Surat DO kepada dirinya dan 24 mahasiswa lainnya jika tidak menandatangani surat pernyataan sesuai dengan surat edaran.
“Beredar pula Surat edaran tentang larangan mengadakan rapat, aksi orasi, mimbar akademis dan mengikuti organisasi non kurikuler. Kami diminta menandatangani Surat Edaran tersebut dengan batas waktu sampai 05 Juni 2017, jika tidak, pada hari itu kami otomatis langsung dianggap DO”, terang Junaidi yang merupakan mahasiswa semester 6 jurusan Psikologi.
Berkaitan dengan Surat Edaran, SP dan keganjilan terpilihnya Bambang Irjanto sebagai Rektor. Pihaknya melaporkan kasus ini dengan dugaan maladministrasi yang dilakukan Rektor UP45.
Budi Masthuri sebagai Kepala perwakilan ORI DIY mengatakan dirinya terfokus dengan dengan proses pemberian SP yang terasa kurang lazim. Menurutnya SP ini lazimnya diberikan berkala dengan jeda waktu, bukan sekaligus diberikan satu kali seperti yang terjadi di UP45
“Proses pemberian SP,lazimnya ada jeda waktu antara SP 1 dan SP 2 , lalu pemberitahuan SP DO,tidak langsung diberikan sekaligus satu kali SP,1,2 dan SP DO. mungkin kita harus melihat kembali SOP disana apakah memang seperti itu prosedurnya,” kata Budi.
Budi melanjutkan tentang kasus ini, dirinya melihat ada beberapa titik potensi maladministrasi seperti pada tahapan pencalonan, pemilihan, penetapan, pemberian SP dan Surat Edaran. Pihaknya pun berencana segera melakukan kunjungan ke kampus UP45 untuk klarifikasi sebelum SP Mahasiswa jatuh tempo.
“Karena pada tanggal 5 sudah jatuh tempo, Senin pagi kita akan datang kekampus untuk klarifikasi. Harapannya, semisal pihak kampus bersikukuh akan men DO mahasiswa pada hari itu, mereka dapat menunda keputusan tersebut atau memberikan jeda waktu dengan masuknya ORI,” lanjut Budi.
Sementara itu dari pihak kampus UP45, staf Khusus Bidang Keamanan dan Ketertiban Universitas Proklamasi 45, Simeon Egi Perdana mengatakan SP dikeluarkan pihaknya karena aksi mahasiswa sudah menjurus menuju tindakan anarkis.
Dia mengatakan dirinya bersama sejumlah karyawan lainnya pernah mengalami pemukulan dan ancaman menggunakan senjata tajam oleh mahasiswa. Tambahnya Rektor terpilih juga pernah disekap dari pagi sampai sore hari di gedung Rektorat di Kampus UP 45.
“Untuk pemukulan dan ancaman menggunakan senjata tajam memang tidak ada bukti foto maupun video, tapi kami punya saksi dan ini sudah kami laporkan ke Polsek Depok Barat,” ujarnya via telepon.
Berkaitan dengan SP 1, 2, dan 3 yang dijadikan satu laporan, satu kali penyampaian. Egi melanjutkan hal itu merupakan sesuatu yang tidak salah dan prosedural kampus UP45 memperbolehkan pemberian SP dalam satu paket.
Belum lagi Dia juga menambahkan situasi di tempatnya bekerja sekarang sudah sangat mengkhawatirkan,
“Tapi kami ingin memberi mereka kesempatan sampai hari Senin Pukul 00.00. Kalau mereka mau tanda tangan surat pernyataan, mereka tidak akan dikeluarkan,” pungkasnya. (Astra Tandang/KbN)
Sumber: http://kabarnusantara.net