Dialog komunikasi Jakarta-Papua yang diselenggarakan Indonesian Journalist Network (GATRAnews/Khatarina Lita) |
Ketua IJN Papua dan Papua Barat, Vanwi Soebiyat mengatakan kegiatan dengan tema dialog antara pemerintah pusat dengan Papua, akan membawa daya kejut tersendiri, sebab kegiatan serupa sangat banyak digagas oleh LSM atau instansi lain, namun hanya sedikit bahkan mungkin ini kegiatan pertama kali yang digagas oleh jurnalis dengan tema mengenai dialog.
“Kami hanya ingin mencari solusi, sebuah komunikasi yang konstruktif mengenai Papua melalui dialog publik yang melibatkan banyak elemen masyarakat. Apalagi belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah membuka ruang untuk menyatakan dialog soal Papua,” ucapnya disela-sela kegiatan ini, Senin (24/8).
Asisten I Deputi Bidang Otonomi Daerah (Otda) Kemenko Polhukam, Safi’I yang turut hadir dalam diskusi itu mengklaim penerapan otonomi khusus (Otsus) bagi Papua dimaksudkan untuk mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM dan percepatan pembangunan ekonomi.
Penerapan Otsus juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Papua dalam rangka kesetaraan serta keseimbangan dengan kemajuan provinsi lain.
“Permasalahan mendasar di Papua seperti keterisolasian daerah, SDM baik ditinjau dari aspek pendidikan dan kesehatan, serta meningkatkan perekonomian rakyat dengan didukung dengan affirmatif policy, masih perlu penataan dan penyempurnaan. Namun kondisi ini masih menjadi akar masalah Papua,” jelasnya.
Koordinator Jaringan Damai Papua (JDP), Neles Tebay mengatakan sebanyak sembilan kelompok aktor bisa mengupayakan Papua menjadi tanah damai melalui komunikasi konstruktif.
Diantaranya pamerintah pusat, lalu paguyuban-paguyuban seperti Ikatan Masyarakat Batak, Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan, Kerukunan Yogyakarta dan lain-lain yang hidup di Tanah Papua, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota, kemudian institusi TNI/Polri serta perusahaan-perusahaan yang mengeksploitasi Sumber Daya Alam di Tanah Papua.
“Aktor kedelapam adalah Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) yang bergerilya di hutan sebagai sayap militer dari OPM dan kesembilan adalah orang Papua yang hidup di luar negeri seperti di Papua New Guinea, Australia, Vanuatu, Belanda, Inggris dan Amerika Serikat," jelasnya.
Lanjut Neles, apabila dari salah satu unsur tersebut tak dilibatkan, maka Papua tak akan menjadi tanah damai. Dirinya yakin, ke-9 unsur tersebut akan memiliki perbedaan pandangan dalam melihat Papua tanah damai.
Langkah kedua yang diambil adalah pemerintah pusat melalui Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), perlu membentuk satu tim yang terdiri dari maksimal tiga orang yang bertugas untuk membangun komunikasi dengan semua pemangku kepentingan dan mengatur mekanisme yang memungkinkan sembila kelompok aktor terlibat dalam upaya membangun Papua menjadi tanah damai.
“Tiga orang itu bukanlah orang asli Papua, tetapi mereka sangat dipercayai oleh rakyat Papua, mendukung komunikasi konstruktif dan ditugaskan secara resmi oleh presiden,” ungkapnya.
Reporter: LLL
Editor: Nur Hidayat -
www.gatra.com