PALA FAKFAK


Kota Fakfak dijuluki sebagai Kota Pala karena pala menjadi sektor unggulan bagi Kabupaten Fakfak disamping hasil kelautannya. Karena hampir sebagian besar hutan ditumbuhi oleh tanaman pala, kehidupan ekonomi dan aktifitas sebagian dari masyarakat berkaitan dengan tanaman pala. Adapun nilai ekonomis dari buah pala sendiri terletak pada biji pala dan fuli (mace) yang dapat dijadikan minyak pala. Daging buah pala yang merupakan bagian terbesar dari hasil panen buah pala merupakan suatu potensi bahan baku yang sangat besar untuk dapat dimanfaatkan, dalam pembuatan manisan pala, sirop, selai dsb.
BIJI PALABUAH PALA
Pada awalnya daging buah pala di kota Fakfak tidak ada yang memanfaatkan sehingga terbuang begitu saja. Namun sejak tahun 1980, salah seorang warga kampung Sekban Distrik (Kecamatan) Fakfak yang bernama Ibu Wa Jamiya (alm) beserta keluarganya mencoba memulai bisnis pembuatan manisan pala dan ternyata diminati oleh warga di Fakfak. Maka sejak saat itu, usaha pembuatan manisan pala di kota Fakfak trus berkembang hingga saat ini. Kini, lebih kurang sekitar 80 orang ibu-ibu (yang hingga sekarang menjadi kelompok dampingan UNV program PcDP-UNDP) warga Kampung Sekban dan warga Kampung Dulan pokpok Distrik Fakfak mempunyai usaha mengolah daging buah pala menjadi manisan, permen, sirop, asinan, kecap dan selai dalam rangka memenuhi kebutuhan rumah tangganya.
Manisan pala yang diproduksi oleh ibu-ibu dari Fakfak ini mempunyai rasa yang berbeda dengan manisan pala yang diproduksi dari daerah lain seperti dari : Banda, Manado (Sulawesi Utara) maupun dari Bogor. Hal ini disebabkan karena pohon pala yang berasal dari Fakfak (biasa disebut dengan pala papua) berbeda dengan pohon pala yang tumbuh di Banda maupun Bogor. Bentuk buah pala dari Fakfak agak lonjong dan lebih besar, rasa buah asam dan kurang sepat/sengar jika dibandingkan dengan pala Banda dan Bogor yang bentuknya bulat dan kecil rasanyapun lebih sepat/sengar.
Proses pengolahan produksi manisan pala maupun olahan lainnya umumnya masih dilakukan secara tradisional, tanpa bahan pengawet, dan mengandalkan panas matahari untuk penjemurannya. Walaupun manisan pala hasil produksi ibu-ibu tersebut pemasarannya masih berkisar di dalam kota Fakfak namun sebenarnya sudah banyak dinikmati oleh masyarakat di luar kota Fakfak. Hal ini dikarenakan banyaknya para tamu maupun warga Fakfak sendiri yang membeli manisan dan olahan daging pala lainnya untuk dijadikan sebagai oleh-oleh dari kota Fakfak
Pada awalnya, permasalahan yang dihadapi oleh ibu-ibu yang memiliki usaha industri manisan pala tersebut antara lain: belum memiliki nomor ijin Produksi Pangan (P-IRT) dari Dinas Kesehatan, masalah pengemasan yang belum memenuhi standart Kesehatan serta masalah pemasaran. Kini, permasalahan tersebut sudah mulai terjawab dengan pelaksanaan kegiatan “Pelatihan Keamanan Pangan Bagi Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) Dalam Rangka Sertifikasi Produksi Pangan” atas bantuan dana dari program PcDP – UNDP

Sumber : Fakfak & Pala 

Disqus Comments