Oleh: Dr. Hayu S. Prabowo, Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI)
Program Wisata Religi Tadabur Alam (WIRTA) telah digagas Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam, Majelis Ulama Indonesia (Lembaga PLH & SDA MUI). Gagasan ini timbul berawal dari sosialisasi program ecoMasjid pada Rakernas MUI November 2017 yang dilanjutkan dengan sosialisasi program ecomasjid pada Rakerda MUI Provinsi Papua Barat pada Desember 2017. Pada Rakerda tersebut telah dilakukan kunjungan sebuah masjid baru di kawasan Islamic Center Muadz bin Jabal (ICM) di Raja Ampat.
Raja Ampat merupakan salah satu dari 10 tempat menyelam terbaik yang dimiliki dunia.(Foto: Istimewa)
Pada kunjungan ke ICM Raja Ampat tersebut terungkap bahwa belum banyak yang mengetahui bahwa syiar Islam di negeri Mutiara Hitam mulanya tersebar di wilayah Papua Barat yaitu Raja Ampat-Sorong, Fakfak, Kaimana, dan Teluk Bintuni-Manokwari. Masyarakat di sana meyakini, Islam lebih dahulu tersebar dibandingkan agama lain. Bukti penyebaran Islam di tanah Papua adalah berdirinya masjid bersejarah yang dibangun pada tahun 1500-an bersamaan dengan penyebaran Islam di Demak.
Raja Ampat terkenal dengan gugusan kepulauan dengan keindahan alam serta keanekaragaman hayatinya, banyak turis lokal maupun asing yang berkunjung menikmati keindahan maupun untuk penelitian. Peran Raja Ampat sebagai pusat ekowisata pun juga teramat penting.
Raja Ampat memang berada di lokasi yang sangat strategis di jantung pusat segitiga karang dunia atau Coral Triangle. Letaknya yang strategis inilah yang membuat Raja Ampat menjadi pusat keanekaragaman hayati laut tropis terkaya yang ada di dunia. Kekayaan, keunikan serta keanekaragaman hayati yang dimiliki oleh Raja Ampat memang luar biasa tinggi.
Gagasan Wisata Religi Tadabur Alam menjadi matang ketika usulan ini disampaikan pada kunjungan Menteri Parawisata, Arief Yahya beserta tim ke kantor MUI yang diterima Ketua Umum MUI, Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin beserta pimpinan MUI.
Kementerian Pariwisata (Kemenpar) dan MUI berkomitmen untuk mengembangkan wisata halal. Pemerintah menargetkan kunjungan 20 juta wisatawan mancanegara (wisman) pada 2019. Target ini memasukan wisata religi dalam rencana strategis Kemenpar 2015—2019 melalui percepatan pembangunan dan pengembangan destinasi wisata religi.
Di tingkat dunia wisata muslim merupakan salah satu segmen pasar yang paling menguntungkan dan berkembang pesat. Ini juga merupakan salah satu pasar wisata dengan belanja tertinggi di dunia dan sangat penting Indonesia untuk dapat merebut segmen pasar ini.
Indonesia memiliki keunggulan kompetitif untuk dapat merebut segmen pasar tersebut mengingat Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia, memiliki kekayaan sejarah dan budaya Islam dengan kekayaan keragaman hayati darat dan laut salah satu terbesar di dunia. Perpaduan seluruh aspek tersebut yang disertai penjaminan kehalalan produk dan jasanya akan menjadikan keunggulan kompetitif industri wisata Indonesia.
Secara umum, pariwisata berdampak positif terhadap perekonomian yaitu peningkatan pendapatan masyarakat di daerah tujuan wisata, membuka lapangan pekerjaan, dan peningkatan infrastruktur dan fasilitas umum di daerah tujuan wisata. Namun, pariwisata juga dapat berdampak negatif, seperti terjadinya degradasi sosial-budaya masyarakat, kearifan lokal termasuk agama.
Oleh karenanya, MUI memandang perlu membentuk sebuah paket wisata Islami yang mengurangi dampak negatif ini, yaitu memadukan wisata dan agama, sebuah wisata yang bernilai ibadah. Wisata ini tidak hanya berdampak pada para wisatawan itu sendiri, tetapi juga penduduk setempat yang perlu menyesuaikan dengan keperluan keagamaan para wisatawan muslim tadabur alam yang datang ke daerahnya, yang tentunya akan berdampak positif secara sosial, ekonomi dan keagamaan. Dan secara lebih luas pada konservasi lingkungan hidup di mana masyarakat setempat tinggal.
Sesuai perintah Allah Subhanahu Wa Ta’ala bahwa manusia diciptakan untuk beribadah kepada Nya. Oleh karenanya kegiatan wisata muslim haruslah bernilai ibadah. Apalagi Allah juga memerintahkan manusia untuk bertafakur yaitu berfikir atau bertadabur dengan memandang sesuatu dibalik sesuatu dan memahami akibat yang akan ditimbulkannya.
Ciri orang yang beriman dan berakal adalah orang yang mampu memahami tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaan sang Pencipta tersebut. Berdasarkan pemaham ini, maka perlu adanya wisata yang bermuatan ibadah melalui perenungan alam semesta, termasuk keragaman hayati, sejarah dan seni budaya.
Wisata Religi Tadabur Alam bukan hanya sekadar jalan-jalan menikmati pemandangan alam, tapi jauh lebih dalam. Alam raya merupakan sarana manusia untuk bisa mempelajari banyak hal, terutama mengenai hakikat penciptaan dan kehidupan kita. Tadabur alam bernilai ibadah – mata melihat keindahan alam, hati mengingat Allah.
Tujuan WIRTA adalah untuk meningkatkan industri wisata Indonesia yang berkelanjutan melalui sarana dalam upaya pelestarian alam dengan menggali potensi kekayaan flora dan fauna yang kaya di Indonesia sekaligus melakukan pemberdayaan dan edukasi bagi masyarakat dengan tetap menjaga kebudayaan dan kearifan lokal.
Edukasi kepada wisatawanpun mutlak, karena kehadiran wisatawan akan mempengaruhi perilaku masyarakat setempat. Kehadiran wisatwan yang religius yang sangat peduli pada lingkungan akan membawa dampak positif bagi masyarakat setempat serta dapat meningkatkan daya tarik tersendiri baik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Program WIRTA ini selanjutnya dapat dikembangkan untuk membentuk Desa Wisata Muslim yang telah dikembangkan di negara Malaysia di Terengganu dan Kelantan.
Pola WIRTA menitikberatkan percepatan wisata berbasis masyarakat melalui peran aktif komunitas dengan mendukung keterlibatan penuh oleh masyarakat setempat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengelolaan usaha wisata dan segala keuntungan yang diperoleh. Hal tersebut didasarkan kepada kenyataan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan tentang alam serta budaya yang menjadi potensi dan nilai jual sebagai daya tarik wisata, sehingga pelibatan masyarakat menjadi mutlak.
Pola WIRTA berbasis masyarakat mengakui hak masyarakat lokal dalam mengelola kegiatan wisata di kawasan yang mereka miliki secara adat ataupun sebagai pengelola. Pola wisata ini dapat menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat setempat, dan mengurangi kemiskinan dari pendapatan atas jasa-jasa wisata dari turis: fee pemandu; ongkos transportasi; menjual kerajinan, homestay untuk sarana akomodasi di lokasi wisata, dan lain-lain. Pola ini juga akan membawa dampak positif terhadap pelestarian lingkungan dan budaya asli setempat yang pada akhirnya diharapkan akan mampu menumbuhkembangkan jati diri dan rasa bangga pada penduduk setempat untuk menjaga budaya serta lingkungannya.
Namun bukan berarti bahwa masyarakat akan menjalankan usaha wisata sendiri. Tataran percepatan perlu dilakukan sebagai bagian dari perencanaan pembangunan terpadu yang dilakukan di suatu daerah. Untuk itu, pelibatan para pihak terkait mulai dari level komunitas, masyarakat, pemerintah, dunia usaha, tokoh agama, dan organisasi nonpemerintah diharapkan membangun suatu jaringan dan menjalankan suatu kemitraan yang baik sesuai peran dan keahlian masing-masing.
Pada saat ini sedang dirumuskan sebuah kerjasama pengembangan Wisata Religi Tadabur Alam yang melibatkan Tim Percepatan Wisata Sejarah, Religi, Tradisi, dan Seni Budaya Kementerian Pariwisata, Lembaga PLH & SDA MUI, Komunitas Pencinta Wisata Muslim (KPWM) yang terdiri dari 160 travel agents dan WWF Indonesia.
Wisata Religi Tadabur Alam Raja Ampat merupakan pilot proyek antara MUI pusat dan MUI Kabupaten Raja Ampat, yang Insya Allah akan diluncurkan pada pertengahan Februari ini untuk keberangkatan perdana pada 29 Maret 2018.(AK/R01/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Home
MUI
PARIWISATA
RAJA AMPAT
WISATA RELIGI
Wisata Religi Tadabur Alam MUI Ungkap Syiar Islam di Negeri Mutiara Hitam