8 Tuntutan Mahasiswa Papua Semarang - Salatiga Terkait Freeport dan Pemerintah Indonesia


PRESS RELEASE ALIANSI MAHASISWA PAPUA KOMITE KOTA SEMARANG-SALATIGA
Pada hari jumat 7 April 2017, 60 orang masa aksi Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] Komite Kota Semarang-Salatiga melakukan aksi demo menolak semua kesepakatan  antara pemerintah Indonesia dan PT. Freeport baru-baru ini dan menuntut berikan hak penentuan nasib sendiri bagi bangsa West Papua sebagai solusi demokratis.

Aksi dimulai jam 09: 30 dan melakukan long march dari Patung kuda Universitas Diponegoro Peleburan-jalan pahlawan-keliling Bundaran Simpang Lima kemudian kembali ke titik awal aksi dengan yel-yel hancurkan imperialisme, hapuskan Konialisme dan lawan Militerisme.

Dalam orasi secara bergantian, menolak semua kesepakatan antara pemerintah Indonesia dan PT. Freeport untuk terus melakukan eksploitasi dan eksplorasi sumber daya alam tanah Papua. Freeport adalah awal malapetaka bagi rakyat bangsa West Papua, karena perusahaan imperialis milik Amerika ini masuk secara ilegal lewat pemerintah Indonesia pada tahun 1967 tanpa melibatkan orang asli Papua sebagai pemilik hak ulayat.  Padahal status West Papua belum secara resmi menjadi bagian dari Indonesia. Sesuai kesepakatan New York Agreement (1962 yang juga tidak adil karena tidak melibatkan rakyat dan bangsa West Papua, Indonesia merupakan Negara perwalian hingga diselenggarakannya  act of free choices. Setelah sebelumnya melakukan penjajahan sejak dideklarasikannya Operasi Trikora 19 Desember 1969 paska proklamasi kemerdekaan Negara West Papua. Pembuatan kontrak karya yang disepakati pada 7 April 1967 tersebut sama sekali tidak melibatkan masyarakat adat dan bangsa West Papua secara umum. Pada tahun 1991, kembali kedua belah pihak tersebut memperbaharui kesepakatan kontrak karya, lagi-lagi tanpa melibatkan masyarakat ada dan bangsa West Papua pada umumnya. Dan pada tahun 2017 ini  pun demikian, Padahal adat sudah ada beratus-ratus tahun sebelum negara ada.


Tidak hanya keberadaan  Freeport dan NKRI yang sama-sama Ilegal di tanah West Papua. Keberadaan Freeport juga telah merampas lebih dari 1 Juta hektar tanah masyarakat adat. Sejak eksplorasi berjalan lebih dari 2 miliar ton limbah tailing telah dibuang ke Sungai Aghawagon, Otomona, Ajkwa, Minajerwi dan Aimone.
 Sejak tahun 70an hingga saat ini Freeport telah memberikan dana keamanan kepada TNI dan Polri sebanyak lebih dari US 50 Juta dollar. Akibatnya berbagai kasus pembunuhan, penghilangan paksa, penyiksaan fisik terjadi rakyat dan bangsa West Papua. Sejak keberadaan NKRI dan Freeport di Tanah West Papua lebih dari 500.000 orang dibunuh.
Setelah kembali ke titik awal aksi sekitar pukul 11: 20 dilakukan teatrikan yang menceritakan perampasan tanah adat atas  nama perusahaan dan pembangunan yang mengakibatkan masyarakat adat termarjinaliasi dari tanah leluhurnya. Berikut pernyataan sikap yang dibacakan oleh Ketua AMP Semarang-Salatiga Jackson Gwijangge:

1.    Usir dan tutup Freeport.
2.    Audit kekayaan dan kembalikan Freeport dan serta berikan pesangon untuk buruh.
3.    Audit cadangan tambang dan kerusakan lingkungan.
4.    Tarik TNI/Polri organik dan non organik dari tanah Papua.
5.    Berikan hak menentukan nasib sendiri solusi demokratik bagi bangsa West Papua.
6.    Usut, tangkap, adili dan penjarakan pelanggaran HAM selama keberadaan Freeport di Papua
7.    Biarkan rakyat dan bangsa West Papua menentukan masa depan pertambangan Freeport di tanah West Papua.
8.    Freeport wajib merehabilitasi lingkungan akibat ekspotasi tambang.

Pukul 11 40 masa aksi bubar dengan aman

Demikian press releasse ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan terhadap Rakyat dan Bangsa West Papua. Dan atas kerjasama rekan-rekan jurnalis kami ucapkan terimakasih.


Semarang Sabtu, 7 April 2017

Koorlap

Jackson Gwijangge
Laporan: Hupla Ney Soboli

*Dikirim via email

Disqus Comments