Jokowi Diingatkan Tidak Ceroboh Kelola Negara

Jakarta – Presiden Joko Widodo (Jokowi) beralasan tidak membaca saat menandatangani Perpres Nomor 39 Tahun 2015 terkait DP Mobil Pejabat Negara. Pernyataan Presiden Jokowi itu langsung mendapat tanggapan beragam sejumlah kalangan.
Jokowi - photos sosialberita.net

Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) DPR RI Yandri Susanto mengatakan seorang Presiden RI tidak bisa beralasan bahwa Perpres yang ditanda-tanganinya itu tidak dibaca, atau merasa kecolongan, dan mengkambinghitamkan orang lain.

Yandri menilai hal itu merupakan kecerobohan luar biasa dan bukan kecolongan. Kalau kemudian Perpres dicabut atas penolakan masyarakat, maka tak lebih hanya sebagai pencitraan. Karena itu, Fraksi PAN DPR akan mengusulkan dibentuknya Panja untuk mengusut proses surat-menyurat dan administrasi di lingkungan Istana Kepresidenan.

“Aneh, kalau Presiden Jokowi tidak membaca, merasa kecolongan dan mengkambinghitamkan orang lain dalam penandatanganan Perpes tunjangan mobil pejabat itu. Itu jelas sebagai kecerobohan dan tak bisa dibiarkan karena menyangkut lembaga kepresidenan,” tegas Yandri Susanto saat diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk “Pencabutan Perpres DP Mobil: Pencitraan atau Pro Rakyat?” di Pressroom DPR RI Jakarta, Kamis (9/4).

Dalam diskusi itu, Yandri Susanto hadir bersama dua pembicara lainnya, yakni Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI Gede Pasek Suardika dan Direktur Centre for Budget  Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi.
Lebih lanjut, Yandri merasa heran, karena judul Perpres itu besar, ada pertimbangan, ada kesimpulan dan ditulis dengan huruf besar. Padahal, Mensesneg menyatakan sudah konsultasi dengan Presiden dan Menteri Keuangan.

Karena itu, Yandri mengingatkan bahwa kebijakan Kepala Negara itu jangan dianggap kecil. Sebaliknya hal yang besar justru tidak dikerjakan. “Apalagi hal itu tidak muncul di pembahasan anggaran DPR RI,” ujarnya.
Tapi, tunjangan mobil pejabat eselon I Rp 700 juta dibiarkan, namun yang untuk DPR RI dan DPD RI dan pejabat negara lainnya dibatalkan.

“Jangan seolah-olah Presiden pro rakyat, tapi untuk pejabat birokrasi termasuk kepolisian dibiarkan. Itu kan tak lebih sebagai pencitraan,” katanya.
Padahal, kata dia, yang besar adalah untuk birokrat. “Kalau begini cara memimpin negara ini, kita tidak tahu bagaimana ke depan. Ditambah lagi kehidupan rakyat sedang sulit. Yang penting lagi Presiden itu jangan buang badan dan lempar tanggung jawab,” kata Yandri lagi.
Melalui Panja Perpres itu, Yandri berharap DPR akan memanggil Mensesneg Pratikno dan Seskab Andi Widjojanto. Jika benar sudah dikonsultasikan dengan Presiden dan Menteri Keuangan RI berarti ada yang salah dengan Presiden RI.

“Ini bukti bahwa Jokowi itu bukan dewa, dan bahkan dalam 6 bulan memimpin ini sudah tidak lagi sesuai dengan harapan rakyat. Di sinilah perlunya investigasi Perpres tunjangan mobil itu,” katanya.
Menurut Gede Pasek Suardika, yang mesti dipertimbangkan adalah soal kepantasan pejabat negara mendapat fasilitas Negara. “Seharusnya kalau Jokowi komitmen dengan revolusi mentalnya, seluruh pejabat diwajibkan pakai mobil Esemka. Termasuk pejabat birokrasi yang justru mendapat tunjangan melimpah. Jangankan eselon I, Kabag dan ajudan saja sudah lengkap dengan mobil dan sopirnya. Jadi, sistem itulah yang menjadikan kita semua tak sehat,” kata Pasek.

Ke depan, Pasek berharap, pemerintah memberikan fasilitas dan tunjangan menurut asas kepatutan, kepantasan, dan mempertimbangkan kondisi rakyat, yang saat ini sedang susah akibat kenaikan harga BBM, listrik, gas, melemahnya rupiah, dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok lainnya. Yaitu ‘nguwongke’, memanusiakan manusia dengan tanpa merendahkan dan juga tidak berlebihan.

Menurut Gede Pasek, banyak masalah Negara yang besar yang harus dikerjakan. Seperti sumber daya alam yang mayoritas sudah dikuasai asing. Sawit (60%), telekomunikasi (30%), Migas dan tambang juga banyak didominasi asing. “Mereka ini investasi di Indonesia, tapi uangnya disimpan di Singapura dan luar negeri. Ini yang harus dibenahi dan uangnya harus di Indonesia,” pungkasnya.

Yang pasti kata Uchok, kesederhanaan dan kepolosan Jokowi yang selama ini berhasil untuk pencitraan sampai terpilih menjadi Presiden RI, gagal setelah menandatangani Perpres tunjangan mobil pejabat itu. Parahnya lagi di lingkungan istana sendiri sudah terjadi konflik yang cukup parah dan bisa panjang. “Maka nasib Jokowi tergantung DPR RI. Mau melengserkan seperti ala Soeharto dan atau ala Gus Dur,” kata Uchok.


Disqus Comments