PGI Surati Jokowi tentang Ketakutan yang Dirasakan Minoritas

Illustrasi. Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (kedua kiri) bersama Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin (kedua kanan), Ketua FPI Habib Rizieq Syihab (kanan), dan Ulama Abdullah Gymnastiar (kiri) berjabat tangan usai memberikan konferensi pers jelang aksi bela Islam jilid III di Gedung MUI, Jakarta, Senin (28/11). Dalam keterangan pers tersebut disebutkan aksi pada tanggal 2 Desember (212) hanya akan difokuskan di kawasan Monumen Nasional (Monas) dan tidak diperbolehkan di kawasan Jalan Jenderal Sudirman dan Thamrin. (Foto: Antara)


JAKARTA,  - Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia menyurati Presiden Joko Widodo, menyampaikan ketakutan dan kekhawatiran yang saat ini menjalari kalangan 'minoritas.'
Ketakutan itu terjadi pasca usainya Pilkada DKI dan ditengarai isu SARA "diboncengi"  oleh kepentingan ideologi kelompok-kelompok  radikal dan intoleran yang semakin kuat dan masif.

"Fenomena ini menimbulkan ketakutan  dan kekuatiran di kalangan masyarakat, khususnya
di kalangan masyarakat "minoritas"," kata Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow dalam siaran pers PGI  (02/05).

Karena ketakutan dan kecemasan tersebut, tambah dia, muncul banyak suara keprihatinan yang disampaikan secara terbuka oleh berbagai kelompok masyarakat,  baik melalui media massa, media cetak, media online dan media sosial.

Pada umumnya, lanjut dia, keprihatinan itu bernada gelisah, kuatir, dan takut terhadap masa  depan bangsa ini, melihat situasi yang ada.

Untuk menyikapi  situasi tersebut,  PGI menyampaikan keprihatinan secara  tertulis melalui surat kepada Presiden RI, Joko Widodo, dengan No: 258/PGl-XVl/2017  tertanggal 2 Mei 2017. Surat PGI kepada Presiden tentang "Keprihatinan  atas Kondisi Kebangsaan Kita" tersebut ditandatangani oleh Pdt. Dr. Henriette  T. Hutabarat-Lebang, sebagai Ketua Umum PGl, dan Pdt. Gomar Gultom, M.Th., sebagai  Sekretaris Umum PGI.

Menurut Jeirry, poin-poin keprihatinan PGI tentang kondisi kebangsaan saat ini dalam surat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Salah satu keprihatinan yang paling mengemuka  adalah kondisi kebangsaan kita yang dirasakan sedang berada  di ujung tanduk. Di tengah upaya Bapak mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila melalui Revolusi  Mental, kami melihat kecenderungan  sekelompok masyarakat yang justru berniat meminggirkan Pancasila dari kehidupan kita berbangsa  dan bermasyarakat, dan menggesernya  dengan dasar agama.
Pada hemat  kami, pengedepanan agama secara formal sebagai dasar dalam kehidupan kita berbangsa hanya akan  membawa persoalan baru yang menuju  kepada perpecahan. Para pendiri bangsa kita telah sangat arif menempatkan Pancasila,  dan bukan  agama, sebagai dasar negara kita. Tentu nilai-nilai agama  tetap akan menjadi landasan  etik, moral  dan spiritual kita, yang diharapkan membangun semangat persaudaraan sebagai bangsa yang majemuk serta memberikontribusi positif bagi kemaslahatan seluruh ciptaan Tuhan.  
Tentu saja nilai-nilai agama tersebut haruslah  telah melalui proses objektifikasi,  sehingga
dapat diterima  semua kalangan dan tidak mendiskriminasikan orang dari latar belakang keyakinan  dan kelompok mana pun.

2. Sejalan dengan itu, kami juga prihatin dengan makin  maraknya  aksi-aksi intoleran, kekerasan dan ujaran kebencian yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat, yang dalam beberapa kasus terkesan dibiarkan oleh aparat negara.
Hal ini makin memprihatinkan karena ternyata pendidikandi sekolah-sekolah turut
mempersubur aksi-aksi ini, baik oleh guru-guru yang tidak memiliki komitmen
kebangsaan  maupun oleh buku-buku yang berisikan ajakan memerangi mereka yang berbeda keyakinan.

3. Kami juga prihatin dengan semakin maraknya berbagai aksi/deklarasi sektarian yang berkomitmen menerapkan ideologi  di luar Pancasila. Provokasi semacam ini akan semakin melemahkan sendi-sendi kehidupan  kita bersama sebagai bangsa yang majemuk.
Apalagi ditengarai, aksi dan deklarasi  semacam ini juga didukung oleh pernyataan-pernyataan  para pejabat publik kita. Kami berpandangan,  selama masih ada kelompok yang mengutak-atik dasar negara, dan dibiarkan oleh aparat negara, maka kita tidak akan pernah siap untuk membangun, bahkan sedang menuju kehancuran  sebagai bangsa.

4. Sejalan dengan itu, kami juga prihatin dengan kecenderungan  sebagian  masyarakat  kita yang selalu memaksakan kehendak dan aspirasinya lewat pengerahan massa, ketimbang
menempuh jalur hukum dan dialog yang lebih bermartabat. Kecenderungan  semacam  ini
sangat potensial meruntuhkan  sendi-sendi demokrasi yang kita perjuangkan selama ini dan menggantinya dengan mobokrasi.

Berdasarkan keprihatinan tersebut, PGI menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Gereja-gereja di lndonesia mendukung sepenuhnya  langkah-langkah Bapak Presiden lr. Joko Widodo,  bersama seluruh elemen bangsa yang berkehendak baik untuk meneguhkan  ulang komitmen kita terhadap dasar Negara Pancasila,  mewujud-nyatakan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, serta bersama-sama merawat warisan kemajemukan, yang adalah rahmat  Tuhan yang luar biasa  bagi bangsa lndonesia.

2. PGI mengimbau kepada Bapak  Presiden  bersama  dengan TNI dan Polri untuk mengambil tindakan tegas atas segala aksi dan kelompok yang berupaya merongrong Pancasila  sebagai dasar dan ideologi negara  kita dalam kehidupan  berbangsa  dan bermasyarakat.  PGI mendukung langkah  dan tindakan tegas yang diambil oleh Pemerintah untuk menjaga tetap tegaknya NKRI.

3. PGI mengimbau Pemerintah Pusat dan Daerah untuk  lebih sungguh-sungguh  menanamkan nilai-nilai Pancasila melalui proses  pendidikan, sejak pendidikan
dasar hingga perguruan tinggi.

4. PGI mengimbau kepada semua elemen  bangsa untuk tetap taat dan setia terhadap nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, serta memelihara  kebersamaan hidup bermasyarakat dan bernegara dalam bingkai  NKRI dan dalam semangat  Bhineka Tunggal lka
Sumber: http://www.satuharapan.com

Disqus Comments