Rizal: Otsus Papua Bukan Untuk Elite

[JAKARTA] Ancaman disintegrasi bangsa pada Pmerintahan Jokowi-JK masih tetap besar, khususnya dari Provinsi Papua yang letaknya berbatasan dengan negara tetangga.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil (kanan) didampingi Anggota Komisi II DPR asal PAN, Yandri Susanto meluncurkan buku "Papua Otonomi Untuk Rakyat" di Press Room DPR RI, Kamis (9/4). [www.daridulu.com]
Karena itu, sudah saatnya pemerintah memberikan perhatian khusus.

Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Rizal Djalil mengatakan, strategi pemerintahan Jokowi menjaga Papua tetap menjadi bagian dari NKRI adalah meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.

"Upayakan ada kebijakan khusus untuk Papua, yang muaranya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua. Ini penting demi NKRI. Jangan sampai seperti Catalan (Spanyol) atau Belfast (Irlandia)," kata Rizal dalam acara bedah buku bertajuk Papua, Otonomi untuk Rakyat di Jakarta, Kamis (9/4).

Selanjutnya, Rizal menyinggung implementasi UU No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus untuk Papua, yang masih jauh dari sempurna. Sejak 2002 sampai 2014, pemerintah pusat telah menggelontorkan dana otsus untukm Papua sebesar Rp 57 triliun.

Ironisnya, dana yang cukup jumbo itu, tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap kesejahteraan rakyat.
"Parameternya jelas yaitu IPM (Indeks Prestasi Manusia) dan angka kemiskinan, tidak turun. Jadi harus ditegaskan, Otsus Papua bukan untuk elite," katanya.

Patut diketahui, berdasarkan data statistik, IPM Papua pada 2002 berada di angka 60,1. Sepuluh tahun kemudian bergerak menjadi lebih dari 5 poin menjadi 65,86. Artinya, kucuran dana otsus memang tidak berpengaruh signifikan.

"Saat gubernurnya Barnabas Suebu, banyak masalah yang terjadi. Sebanyak 80 persen dana otsus disimpan di provinsi, sisanya di kabupaten. Selain itu, banyak kasus saat dia menjabat. Kalau Gubernur Papua sekarang, sudah lebih baik. Dana otsus di provinsi hanya 20 persen, sisanya ada di kabupaten dan kota," terangnya.

Dalam kesempatan ini, Rizal mempertanyakan minimnya perhatian dari pemerintahan Jokowi-JK terhadap Papua.
Salah satu contoh yang sulit di bantah, saat rapat kabinet membahas Papua, presiden hanya didampingi oleh Menko Polkam.
"Padahal, masalah Papua itu sangat kompleks. Ada masalah kesra (kesejahteraan rakyat), pendidikan, sosial, dan lainnya. Kita sayangkan itu," paparnya.

Sementara itu, Anggota Komisi II asal PAN, Yandri Susanto mengaku sangat mengapresiasi buku bertemakan Papua yang disusun Prof Rizal Djalil.
"Ini buku bagus. Sangat jarang ada tokoh yang konsen terhadap masalah Papua. Punya waktu untuk bikin buku yang memotret wajah Papua dari berbagai sisi," kata Yandri.

Sekretaris Fraksi PAN di DPR ini mengatakan, tidak masuknya RUU Otsus Papua Plus dalam prolegnas, diduga akibat kuatnya campur tangan asing.
"Bisa jadi itu Freeport ataupun Australia. Karena mereka takut terganggu kalau RUU Otsus Papua Plus disetujui menjadi UU. Kalau Fraksi PAN sangat setuju. Kita juga akan memperjuangkannya pada prolegnas 2016. Ini demi tegaknya NKRI dan kesejahteraan saudara kita di Papua. Mohon dukungannya," tegas Yandri. [L-8]

Disqus Comments