Membaca Kunjungan Dubes Amerika Serikat Dan Dubes Inggris Ke Papua

Beberapa hari lalu hingga kini, kita melihat dua Duta besar dari dua Negara besar di Indonesia, yaitu Amerika Serikat dan Inggris ke Papua. Jika melihat kunjungan kedua pejabat kepala perwakilan negara ini, tentu bukan sekedar kunjungan biasa-biasa saja. Karena jika bentuk kunjungan biasa, tentu masih banyak tempat lain yang dapat dikunjungi selain Papua yang berada didalam negeri Indonesia. Lalu, apa sekiranya yang menjadi agenda dari kunjungan duta besar dua negara tersebut. Kita coba membaca dengan kaca mata yang bukan dari informasi formal media massa yang menyiarkan kunjungan-kunjungan tersebut. Meskipun ada benang merah yang dapat ditarik dari garis penanda dari kunjungan formalnya.

Dubes Amerika Serikat memfokuskan diri pada persoalan HAM, sedangkan Dubes Inggris memfokuskan diri pada persoalan pendidikan. Dari kedua titik fokus tersebut, kita juga tidak bisa melepaskan unsur sumber-sumber ekonomi yang didapat dari dua negara besar tersebut di Papua, dimana terdapat dua perusahaan besar asal Amerika Serikat, yaitu Freeport dan Inggris, British Petroleoum yang beroperasi di Papua.

Prinsip kedua negara tersebut ketika menyentuh persoalan sosial ditengah masyarakat Papua, adalah suatu bentuk diplomasi secara langsung pada Pemerintah Indonesia. Sehingga, tekanan dalam komunikasi kedua duta besar tersebut, pada hakikatnya adalah bentuk berbicara kepada Presiden dan Para Pejabat Negara Indonesia. Dan dalam pengambilan fokus perhatian para dubes tersebut, memiliki bahasa politik antara Amerika Serikat dan Inggris pada Indonesia untuk menegaskan kepentingan politik, ekonomi dan pertahanannya.

Dari tekanan Dubes Amerika yang mendiskusikan kepada beberapa kelompok penggiat HAM di Papua, terlihat beberapa bahasa tentang, bagaimana Presiden Jokowi (tanggapan masyarakat Papua), bagaimana penyelesaian masalah HAM (berkaitan isue-isue pendekatan militeristik dalam HAM), bagaimana hubungan Freeport dan masyarakat Papua dan bagaimana korban-korban masalah kejahatan HAM. Sifat komunikasi Amerika dengan Pemerintah Indonesia terkesan menekan dan sangat politis, berkaitan dengan demokrasi, HAM dan korporasi. Namun, disatu sisi, Amerika Serikat juga siap untuk memberikan pendidikan HAM kepada para aparat TNI dan Polri, untuk menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan HAM, jika dianggap penting masyarakat Papua.

Sementara Dubes Inggris lebih menegaskan tentang kebijakan Negaranya untuk memberikan bea siswa S2 untuk masyaraka Papua dengan mengunjungi dua universitas terkemuka di Papua. Sifat komunikasi Inggris, lebih terkesan pragmatis, soft dan tanpa tekanan. Namun memberikan gambaran, bahwa Inggris mengkritisi soal pengembangan pendidikan di Papua. Sehingga memberikan tekanan untuk menyekolahkan sarjana-sarjana Papua ke negerinya. Selain itu, ini berkaitan tentang pembangunan Papua di masa depan, dari hasil-hasil pendidikan di Inggris.

Kesimpulan dari pembacaan kunjungan kedua Dubes Amerika Serikat dan Inggris tersebut, saya melihat bahwa kedua negara tersebut melakukan dua langkah politik sangat strategis di Papua. Amerika Serikat membuka ruang demokrasi dan Hak Asasi Manusia, demi mengamankan investasinya. Dan Inggris membuka ruang untuk pembangunan masa depan di Papua melalui jalur pendidikan tinggi di Inggris yang juga untuk mengamankan investasinya.

Lantas, seberapa berpengaruh kunjungan dua pejabat luar negeri tersebut dengan issue Papua Barat merdeka. Menurut saya, secara tidak langsung, Amerika Serikat dan Inggris mendukung segala situasi yang terjadi di Papua, termasuk merdeka ataupun tetap dalam kerangka NKRI, selama kepentingan ekonomi investasi negara tersebut tetap berjalan. Sehingga dua bentuk cadangan langkah politik telah disiapkan kedua negara tersebut, meski Inggris menyatakan secara formal bahwa Inggris mendukung Papua tetap berada di NKRI. Dan Amerika Serikat menegaskan, bagaimana Jokowi menurut Rakyat Papua.


Yudi Syamhudi Suyuti.
Wali Negara Rakyat Nusantara

www.negararakyatnusantara.com

Disqus Comments