Aksi bersih-bersih kelompok Gafatar Semarang di Lapangan Pancasila yang diunggah di situs resmi mereka. (Suara Pembaruan/Stefy Thenu) |
"Upaya pencegahan paham radikalisme dan mengarah pada pecah belah bangsa Indonesia harus lebih masif dan intensif. Jika tidak, ancaman ISIS dan organisasi seperti Gafatar ini akan terus muncul," ungkap anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKB, Maman Imanulhaq, Selasa (12/1).
Diketahui, di tengah upaya Badan Nasional Pencegahan Terorisme (BNPT) menjalankan program pencegahan terorisme, muncul informasi soal banyaknya orang hilang. Salah satu kasus orang hilang adalah kasus Dokter Rica dan anaknya di Yogyakarta, yang akhirnya ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.
Kasus Rica itu juga berbarengan dengan kabar orang hilang di beberapa tempat seperti puluhan PNS di Kabupatan Purbalingga, terkait dengan organisasi Gafatar. Dari informasi kepolisian, Gafatar terindikasi merupakan pecahan Al Qiyadah Al Islamiah yang dahulu dipimpin Ahmad Musadeq. Mereka merekrut aktivis dan mantan aktivis, serta profesional muda yang pengetahuan agamanya pas-pasan.
Menurut Kang Maman, sapaan akrabnya, organisasi seperti Gafatar akan terus muncul bila pemahaman tentang prinsip keagamaan, kebangsaan, dan kenegaraan belum komprehensif. Karenanya, dia menilai adalah tugas besar negara dan ormas keagamaan untuk memberi pemahaman agama yang bernilai nasionalisme.
Selain itu, lanjut dia, banyaknya patalogi sosial di tengah masyarakat berupa ketimpangan sosial, ketidakadilan hukum, serta kehancuran moralitas, menjadi pendorong berkembangnya kondisi demikian. Hal itu memunculkan kekecewaan dan keinginan untuk merebutnya dari mereka.
"Yang pasti adanya orang-orang yang sedang bermasalah, galau, gelisah yang secara personal mencoba mencari solusi sendiri. Ini yang menjadi sasaran empuk untuk direkrut paham radikalisme dan organisasi seperti Gafatar ini," terangnya.
Untuk itulah, harus ada gerakan kontraintelijen dan propaganda dari pemerintah untuk memberikan peringatan kepada kelompok-kelompok radikal dan organisasi menyimpang seperti Gafatar agar tidak bisa berkembang.
Dosen Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang (Unesa), Moh.Yasir Alimi, menyarankan Umat Muslim untuk berhati-hati ketikaikut pengajian tertentu. Sebaiknya bertanya lebih dulu tentang ilmu agama sang ustadz, serta apa alirannya.
"Kalau ustadznya hanya belajar dari buku saja, tentu jangan diikuti. Apalagi hanya belajar dari Google atau postingan berita. Jangan sampai urusan agama dan akhirat itu diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya dan yang tidak punya guru," terangnya.
"Jangan juga serahkan urusan agamamu pada dunia cyber yaitu wartawan yang tidak diketahui namanya, siapa gurunya, apa disiplin ilmunya, dan kesehatan jiwanya."
Begitu juga dengan para mahasiswa atau mahasiswa, dia menyarankan agar selalu melibatkan dosen pembimbing dalam membaca atau menyusun skripsi, tesis, atau disertasi. Terutama untuk urusan ilmu agama.
"Intinya jangan serahkan urusan akhirat kita pada makelar ideologis. Carilah wali atau kiai yang benar-benar paham tentang agama untuk belajar karena inti agama adalah untuk membebaskan, bukan untuk menindas atau mengajarkan kebencian," tukasnya.
Markus Junianto Sihaloho/YUD
Sumber: BeritaSatu.com