Drama di Freeport, Diramalkan Harga Sahamnya Akan Merosot Mendekati US$ 1

Diramalkan harga sahamnya akan merosot mendekati US$ 1

IndonesianReview.com -- Freeport terbelit masalah yang cukup kompleks. Kalau pemerintah sedikit bersabar, Freeport bisa menjadi milik Indonesia.

Kalau diibaratkan, PT Freeport Indonesia tak ubahnya makam keramat, banyak yang mengunjungi. Mulai dari petinggi militer, hingga pejabat sipil. Semua datang untuk sebuah berkah. Tapi, belakangan, ada yang aneh di pertambangan terkaya di dunia ini, yakni mundurnya para petinggi perusahaan. Menyusul James Moffett yang resign akhir tahun lalu, hari Senin (18/01/2016) giliran Maroef Sjamsoeddin yang mengundurkan diri. Entah apa alasannya.

Yang jelas mereka berdua mundur di kala kondisi perusahaan sedang gonjang-ganjing. Bayangkan, sejak beberapa tahun lalu harga minyak dan tambang logam menukik turun. Padahal dua komoditas ini adalah andalan Freeport.

Itulah yang mengakibatkan kondisi keuangan Freeport-McMoran tidak sehat. Laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan pada 22 Oktober 2015 memperlihatkan, Freeport tercatat hanya memeroleh pendapatan US$ 12,082 miliar pada kuartal III-2015. Pendapatan itu turun jika dibandingkan dengan pendapatan pada periode yang sama tahun 2014 sebesar US$ 16,203 miliar.

Sementara rugi bersih perusahaan tercatat sebesar US$ 8,155 miliar per kuartal III-2015. Pencapaian itu lebih buruk karena pada periode yang sama tahun 2014, Freeport mencatat keuntungan US$ 1,544 miliar.

Tidak hanya itu, total utang Feeport hingga September 2015 tercatat sebesar US$ 20,698 miliar, meningkat dibandingkan posisi per September 2014 yang sebesar US$ 19,636 miliar. Uang tunai yang dimiliki Freeport juga merosot tajam dari US$ 658 juta pada September 2014 menjadi hanya US$ 338 juta per September 2015.

Keadaan semakin kacau, setelah kasus “Papa Minta Saham” muncul ke permukaan. Ditambah lagi, sebentar lagi (tahun 2021) masa kontrak Freeport Indonesia akan habis. Ini merupakan masalah besar karena jika masa kontrak tidak diperpanjang, maka Freeport akan jadi pepesan kosong, tak ada apa-apanya lagi.

Makanya dengan berbagai sentimen negatif seberat itu, tidak aneh kalau harga saham Freeport di bursa AS tergerus habis-habisan. Jika pada 2012 harga sahamnya yang berkode FCX masih bertengger di level US$ 60, kini tinggal US$ 3,39 per saham. Artinya, dalam rentang waktu tiga-empat tahun harga FCX telah longsor 93,3%. Dan banyak yang meramalkan, tak lama lagi harganya akan merosot mendekati US$ 1.

Sudah demikian jeblok, Freeport diharuskan memenuhi persyaratan yang cukup berat, jika ingin memperpanjang kontraknya di Indonesia. Di antaranya adalah kewajiban mendivestasi sahamnya sebesar 10,96%. Ini karena, sebagai kontraktor bagi hasil asing, Freeport telah beroperasi selama hampir 50 tahun.

Mungkin, kewajiban ini dimanfaatkan oleh pemilik dan manajemen Freeport untuk mengais fulus besar. Dan, ditawarkanlah 10,64% saham itu ke Pemerintah Indonesia dengan harga US$ 1,7 miliar yang kalau dirupiahkan dengan kurs Rp 14 ribu jumlahnya mencapai sekitar Rp 23,8 triliun.

Wah, uang yang cukup besar. Herannya, banyak yang menganggap enteng harga yang ditawarkan. Bahkan, Wapres Jusuf Kalla menyatakan banyak pihak (termasuk BUMN) yang tertarik untuk membeli. Dengan harga semahal itu? Entahlah, apa motif mereka?

Yang jelas, harga itu tergolong sangat-sangat mahal. Bukan hanya lantaran harga saham Freeport di pasaran sudah anjlok 93%. Tapi jika dikalikan aset yang tahun 2009 sebesar US$ 5,5 miliar, harga sebesar itu tetap ketinggian. Apalagi, saat ini harga komoditas sedang anjlok. Jadi, masih akan dibelikah saham yang 10,64% itu? Kita lihat saja nanti.

Rini Soemarno sendiri selaku Menteri BUMN, menganggap harga yang ditawarkan terlalu mahal. Bekas Menteri Keuangan Fuad Bawazier pun punya pendapat serupa. Harga saham Freeport sudah hancur. Kalau pemerintah beli, BUMN pasti bangkrut dan rugi. Bahkan kata dia, siapa pun negara di dunia ini sudah enggak akan mau beli saham Freeport. Fuad malah mencurigai, Freeport dengan kondisi yang sudah kepepet ini akan melepas semua sahamnya.

Walhasil, kalau melihat gelagat seperti itu, kenapa pemerintah tidak bersabar sampai kontraknya habis? Kan tinggal empat tahun lagi. Di saat itu, kalau tak jadi diperpanjang, seluruh saham Freeport Indonesia akan jadi milik Indonesia.

Sabarlah. Jangan sampai termakan permainan Freeport. (*)
- Sumber: http://indonesianreview.com

Disqus Comments